Jerat Fakta | Sorong – Banjir merupakan suatu fenomena alam yang biasa terjadi karena luapan sungai, waduk, danau, laut atau badan air lain dan menggenangi dataran rendah atau cekungan yang biasanya tidak terendam air.
Banjir juga dapat terjadi bukan karena luapan badan air, tetapi air hujan yang
terperangkap dalam suatu cekungan yang menjadi genangan.
Banjir dapat terjadi pada setiap kejadian hujan, musim penghujan atau beberapa kali musim hujan, seperti yang terjadi di kota Sorong sehingga dampak korban. banjir selama ada hujan semakin bertambah.
Banjir sangat erat hubungannya dengan urbanisasi dan pengembangan wilayah, baik kabupaten maupun kota. Pengembangan wilayah akan mengundang urban yang akan memerlukan pemukiman.
Pemukiman akan menyebabkan naiknya limpasan permukaan yang akan menyebabkan banjir.
Hal ini di ungkapkan Ir. Thedie Malibela. Amd. Tek. ST. IPM kepada media melalui pesan WhatsApp, Kamis (14)03/2024).
“Upaya untuk mengatasi banjir di kota ini adalah ; Upaya pengendalian banjir yang dapat dikelompokkan menjadi upaya berwujud fisik (structural measures ) dengan membuat Bangunan
Pengendali Banjir, dan upaya non fisik (non structural measures ), seperti
perkiraan banjir dan peringatan dini ( early warning system), penanggulangan banjir ( flood fighting ), pengelolaan dataran banjir (flood plain management), melengkapi bangunan pengendali banjir sedemikian rupa sehingga dapat mengantisipasi apabila debit desainnya terlampaui ( flood
proofing ), penetapan sempadan sungai, memberikan penyuluhan kepada
masyarakat yang membudidayakan dataran banjir, penegakan hukum, pengelolaan/ manajemen sampah dan pementasan kemiskinan, ” tulisnya.
Berikut adalah upaya yang dicanangkan oleh Ir. Thedie Malibela. Amd. Tek. ST. IPM. agar Gubernur Papua Barat Daya.
UPAYA STRUKTURAL :
1. Pembuatan tanggul / peninggian tanggul, hal ini membutuhkan lahan
yang agak sulit di wilayah pemukiman padat.
2. Pengerukan dasar sungai sungai dalam kota, termasuk saluran saluran
yang tersumbat, bila perlu dimensi saluran diperbesar seukuran badan
manusia yang bisa masuk berjalan di dalamnya.
3. Membuat saluran pengelak banjir dan fasilitasnya yang dibangun diluar pemukiman untuk melindungi pemukiman dari banjir.
4. Pengendalian banjir dengan membangun waduk pengendali banjir dan kombinasi dengan perbaikan sungai
UPAYA NON Struktural:
1. Merevisi tata ruang, misalnya daerah yang langganan banjir jangan dijadikan pemukiman. Pengendalian dan pengelolaan di daerah tangkapan air sesuai tata ruang.
3. Pelestarian fungsi kawasan resapan air di daerah tangkapan air catchmnen area ), sehingga aliran air permukaan minimal.
4. Pembangunan dan pengelolaan sistem peringatan dini bahaya banjir.
5. Penyesuaian diri dengan kondisi banjir yaitu dengan membuat peil lantai bangunan lebih tinggi dari pada peil banjir.
6. Menyingkirkan sampah disepanjang alur sungai guna mencegah hambatan aliran air dan pengendalian sedimen.
7. Kemungkinan lain adalah memindahkan penduduk dari daerah rawan banjir. Hal ini akan berdampak sosial yang tidak mudah untuk ditangani. Upaya diatas bukan hanya satu kemungkinan tetapi masi ada kemungkinan lain dari kombinasi beberapa solusi yang terbaik.
Oleh karena itu untuk memilih alternatif yang terbaik perlu dipikirkan berbagai aspek dari segi pendanaan, teknis maupun sosial. Upaya pengendalian bangunan air harus mengikuti kriteria yang ada maupun tahapan sesuai prosedurnya, seperti tahap survey dan investigasi, perencanaan, perancangan sampai konstruksi. Dalam tahapan desain sebaiknya mengikuti kriteria desain.
“Kota sorong adalah kota yang berada pada posisi dataran rendah dan bukit
bukit, juga berada pada posisi pantai, oleh sebab itu di butuhkan data analisa
survey titik tertinggi dan titik terendah wilayah kota ini, sehingga titik terendah itu di jadikan daerah larangan membangun, bila perlu di bebaskan oleh Pemerintah di bangun tanggul (tangkapan air ), ” pungkasnya.
By. Usman Nopo
Sumber: Ir. Thedie Malibela. Amd. Tek. ST. IPM…