Jerat Fakta | Manokwari – Sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua yang pernah dianugerahi Penghargaan Internasional di bidang HAM “John Humphrey Freedom Award” tahun 2005 di Canada, saya mendukung pernyataan saudara Mambri Roger Mambraku, SH.
Ketua Generasi Muda Pejuang Hak Adat (GEMPHA) tersebut telah menyoroti keaslian Orang Papua yang dapat berkontestasi dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) di Tanah Papua, khususnya Provinsi Papua Barat Daya.
Hal mana dikaitkan dengan “rencana” keikutsertaan salah satu figur bernama Abdul Faris Umlatti (AFI) sebagai kandidat Gubernur Provinsi Papua Barat Daya.
“Secara tegas saya mengatakan bahwa memang saudara Umlatti tidak boleh dan tidak diperbolehkan menurut amanat Pasal 12 huruf a, untuk ikut serta sebagai calon Gubernur Papua Barat Daya dan di seluruh Tanah Papua, ” katanya.
Pertimbangannya, jelas Warinussy, bahwa secara antropologis jelas Umlatti adalah bukan Orang Asli Papua (OAP).
“Umlatti adalah Orang asal Maluku Utara yang secara genealogis pun tidak memiliki hubungan kekerabatan dengan OAP sebagai dimaksud dalam Pasal 1 huruf t dari Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, ” ucapnya.
Oleh sebab itu ujar Warinussy , juga mengingatkan Pimpinan dan seluruh anggota Majelis Rakyat Papua (MRP) Provinsi Papua Barat Daya untuk tidak boleh berusaha meloloskan Umlatti kelak dengan alasan apapun.
“Jika itu terjadi maka semakin kuat upaya marginalisasi hal-hal dasar OAP terjadi. MRP adalah benteng terakhir penyelamatan dan perlindungan hak-hak dasar OAP di semua sendi kehidupan sehari-hari, ” jelas.
Ia juga mengingatkan saudara-saudara para pemimpin Partai Politik di Provinsi Papua Barat untuk tidak berusaha menafikan amanat Undang Undang Otsus Papua yang sudah secara tegas menyebutkan bahwa yang dapat dicalonkan dan dipilih sebagai Calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Tanah Papua adalah Orang Asli Papua (OAP).
‘Hal yang sama berlaku untuk calon Gubernur dan Wakil Gubernur di Provinsi Papua Barat, Provinsi Papua, Provinsi Papua Tengah, Provinsi Papua Pegunungan dan Papua Selatan. Status tokoh atau figur seperti John Tabo, John Banua, Piet Kasihiuw atau lainnya mesti ditelusuri secara cermat dan mendalam asal usul kekerabatan, antropologis serta genealogisnya masing-masing agar tidak terkesan terjadi marginalisasi terhadap hak-hak dari saudara sepupunya, atau pamannya atau kerabatnya yang jelas-jelas adalah asli Papua, ” bebernya.
Lanjutnya, “kalau dahulu mereka bisa maju dan dipilih sebagai pemimpin daerah (Bupati/Wakil Bupati atau Walikota/Wakil Walikota), itu semata-mata memanah karena belum ada regulasi yang mengatur kemungkinan keikutsertaan mereka, tapi kalau mau ingin mencalonkan diri dalam pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, maka hal ini perlu dihormati amanat 12 huruf a UU Otsus Papua yang sudah jelas dan tegas mengatur sebagai ruang bagi hak Orang Asli Papua saja, ” pungkasnya.
*Redaksi*
Sumber: Yan Christian Warinussy