Jerat Fakta | Manokwari – Direktur LP3BH Manokwari Yan Christian Warinussy SH kembali mempertanyakan kinerja BPK RI terkait kasus Pengadaan Alat Tulis di Badan BPKAD Kota Sorong pada anggaran tahun 2017.
“Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, saya kembali mempertanyakan “nasib” hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) dan barang cetakan tahun anggaran 2017 di Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, ” kata Warinussy. Minggu, (12/05/2024).
“Diduga pengerjaan pekerjaan tersebut menelan biaya sekitar Rp 8 Milyar yang berasa dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kota Sorong, Provinsi Papua Barat Daya(PBD).
“Kasus ini sudah pernah diselidiki hingga dinaikkan statusnya ke tahapan penyidikan oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Sorong pada saat Jaksa Erwin Priyadi Hamonangan Saragih, SH, MH saat menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Sorong pada tahun 2021 serta Jaksa Stevy Ayorbaba, SH, MH sebagai Kepala Seksi Penyidikan ada Kejari Sorong tahun 2021, ” ujarnya.
Sayang sekali, kata Warinussy, karena diduga setelah terjadi pemeriksaan terhadap sekitar 20 orang saksi, termasuk Mantan Walikota Sorong Lamberth Jitmau, kedua pejabat Kejari Sorong tersebut dimutasikan keluar dari Kejari Sorong.
“Saragih dimutasikan sebagai Asisten Intelijen Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat. Sedangkan Jaksa Ayorbaba justru dipindahkan ke Nusa Tenggara Barat (NTB). Hingga saat ini sudah terhitung sekitar 3 (tiga) tahun juga belum jelas rimbanya dimana gerangan hasil penghitungan kerugian negara dari BPK RI terkait kasus ATK dan Barang Cetakan tahun anggaran 2017 pada BPKAD Kota Sorong dan pemerintah daerah kota Sorong tersebut, ” bebernya.
BPK RI seharusnya tidak menutup diri untuk memberi penjelasan tentang hasil audit yang sudah dilakukannya. Sebab hasil audit BPK yang independen dan terbuka akan sangat menolong bagi semua pihak. Juga akan makin menumbuhkan kembali kepercayaan publik terhadap kinerja BPK RI, khususnya perwakilannya di Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya.
“Permintaan audit dari Kejari Sorong sudah dilayangkan kepada BPK RI melalui Perwakilannya di provinsi Papua Barat tertanggal 30 Juli 2021. Itu artinya sudah 2 (dua) tahun 9 (sembilan) bulan BPK RI melalui Perwakilan di Provinsi Papua Barat belum bisa memberikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) nya untuk menolong Kejari Sorong dalam menindaklanjuti penyidikan perkara yang diduga keras dapat menyeret sejumlah petinggi pemerintah daerah di Kota Sorong tersebut selama periode tahun 2017 hingga 2023 tersebut, ” pungkasnya.
*Redaksi*
*Sumber: Yan Christian Warinussy*