Proses Penetapan Tersangka Terhadap Ronal Robert Upuya Paisei Tidak Mencukupi Alat Bukti

Jerat Fakta | Manokwari – Hakim Tunggal Praperadilan Mengabulkan Permohonan terhadap Kapolres Teluk Wondama untuk sebagian pada Sidang akhir, Kamis (26/6) di Ruang Sidang Utama Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I B.

Dalam putusan nya yang dibacakan di hadapan para pihak, yaitu Pemohon yang diwakili Kuasa Hukum Penatua Advokat Yan Christian Warinussy, SH serta Tim Kuasa Hukum Termohon Praperadilan dipimpin Kombes Pol.Robertus A.Pandiangan, S.I.K, MH.

Menurut Warinussy, surat Termohon Praperadilan mempertimbangkan dan menilai bahwa tidak terdapat keterangan saksi yang menerangkan perihal dugaan tindak pidana perzinahan.

“Hakim Akhmad menyatakan pertimbangan hukumnya bahwa  setelah Hakim Praperadilan mencermati bukti surat Termohon Praperadilan bertanda T-14 berupa Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saksi Jerson Pardjer pada tanggal 14 Mei 2024, bukti surat Termohon Praperadilan bertanda T-15 berupa BAP Saksi Athy Suryadi Yomaki pada tanggal 13 Mei 2024, bukti surat Termohon Praperadilan bertanda T-16 berupa BAP Saksi Ronal Robert Upuya Paisei pada tanggal 13 Mei 2024, bukti surat Termohon Praperadilan bertanda T-19 berupa BAP Saksi Frederika Nunaki pada tanggal 15 Mei 2014 dan bukti surat Termohon Praperadilan bertanda T-20 berupa BAP Saksi Marcel David Upuya Paisei pada tanggal 15 Mei 2024.

“Dari semua bukti tersebut, Hakim Praperadilan mempertimbangkan dan menilai bahwa tidak terdapat keterangan saksi yang menerangkan perihal dugaan tindak pidana perzinahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 284 ayat (1) KUHAP Pidana yang terjadi di Kampung Iriati, Distrik Wasior, Kabupaten Teluk Wondama pada bulan Juni 2015, ” katanya.

Hakim Akhmad juga mempertimbangkan bahwa penetapan tersangka harus didasarkan minimal 2  (dua) alat bukti sebagaimana termuat dalam Pasal 184 KUHAP dan disertai dengan pemeriksaan calon tersangkanya sebagaimana disebutkan dalam amar Putusan Mahkamah Konstitusi(MK) No.21/PUU-XII/2014, tanggal 28 April 2015. Kemudian dihubungkan dengan keterangan saksi-saksi yang diperiksa sebelum penetapan tersangka yang mana tidak terdapat keterangan saksi yang menerangkan perihal dugaan tindak pidana persinahan sebagaimana dimaksud Pasal 284 KUHAP Pidana yang terjadi Kampung Iriati, Distrik Wasior, Kabupaten Teluk Wondama pada bulan Juni 2015.

Oleh Karena itu menurut Hakim Akhmad bahwa saksi maupun alat bukti lain yang diperiksa/dihadirkan dalam penyelidikan dan Penyidikan sangatlah ditekankan untuk mempunyai relevansi atau hubungan untuk membuat terang suatu tindak pidana dan bukan sekedar alat bukti yang dihadirkan untuk melengkapi alat bukti yang cukup yakni minimum 2 (dua) alat bukti.

Menurut hakim praperadilan bahwa karena keterangan saksi-saksi yang diperiksa sebelum penetapan tersangka yang mana tidak terdapat keterangan saksi yang menerangkan perihal dugaan tindak pidana perzinahan sebagaimana dimaksud Pasal 284 ayat (1) KUH Pidana yang terjadi di Kampung Iriati, Distrik Wasior, Kabupaten Teluk Wondama pada bulan Juni 2015.

“Oleh sebab itu Hakim Praperadilan berpendapat bahwa proses penetapan tersangka terhadap Pemohon Praperadilan tidaklah memenuhi bukti permulaan yakni minimum 2 (dua) alat bukti, ” ujarnya.

Oleh karena, kata Warinussy, proses penetapan tersangka terhadap Pemohon Praperadilan tidaklah memenuhi bukti permulaan yakni minimum 2 (dua) alat bukti. Dengan demikian Hakim Akhmad berpendapat pula bahwa penetapan tersangka terhadap Pemohon Praperadilan tidaklah memenuhi ketentuan perundangan serta tidak sah menurut hukum.

“Menarik juga karena hakim Praperadilan berpendapat pula bahwa terdapat kesalahan atau kekeliruan dalam proses penyelidikan dan penyidikan terhadap Pemohon Praperadilan perihal dugaan tindak pidana persinahan sebagaimana dimaksud Pasal 284 ayat (1) KUH  Pidana yang terjadi di Kampung Iriati, Distrik Wasior, Kabupaten Teluk Wondama yang terjadi ada bulan Juni 2015, ” ucapnya.

Menurut hakim Akhmad, sepatutnya penyidik/penyelidik memperhatikan terlebih dahulu masa daluwarsa penuntutan pidana asl 284 ayat (1) KUHPidana yakni sesudah 6 (enam) tahun, yang mana jika dihubungkan dengan waktu Laporan polisi Nomor : LP/B/58/X/2023/SPKT/Polres Teluk Wondama/Polda Papua Barat, tanggal 24 Oktober  2023, maka tindak pidana persinahan yang yang dapat dituntut adalah yang terjadi dalam rentang waktu sekitar bulan Oktober 2017 sampai dengan tanggal 24 Oktober 2023.  Karena itu proses penyelidikan dan penyidikan seharusnya terkait dengan dugaan perbuatan dalam rentang waktu tersebut dan bukan terhadap dugaan perbuatan yang terjadi pada bulan Juni 2015.

Hakim praperadilan karena itu menyatakan dalam amar putusannya mengabulkan permohonan praperadilan untuk sebagian.

Hakim juga menyatakan Penetapan Status Pemohon Praperadilan sebagai Tersangka yang ditetapkan oleh Termohon Praperadilan selaku penyidik adalah Tidak Sah dan bertentangan dengan hukum.

“Hakim Praperadilan juga Membatalkan Status Pemohon Praperadilan sebagai Tersangka sebagaimana ditetapkan Termohon Praperadilan selaku Penyidik. Serta hakim praperadilan menghukum Termohon Praperadilan untuk membayar biaya perkara sejumlah nihil dan hakim praperadilan menolak permohonan praperadilan selain dan selebihnya, ” pungkasnya.

(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *