Jerat Fakta |Minut, – Juply Sandria Pansariang selaku Ketua Pengadilan Negeri (PN) Airmadidi lakukan eksekusi tabrak aturan dan mengambil keputusan tidak manusiawi, bahkan tidak memenuhi unsur keadilan juga melecehkan aturan Mahkamah Agung Republik Indonesia yang dikeluarkan oleh Dirjen Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Nomor : 40/DJU/SK/HM.02.3,/1/2019 tantang Pedoman Eksekusi Pada Pengadilan Negeri.
Aturan Mahkamah Agung yang diterbitkan oleh Dirjen Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Nomor : 40/DJU/SK/HM.02.3,/1/2019 tentang Pedoman Eksekusi Pada Pengadilan Negeri, Seakan dikesampingakan oleh Ketua PN Airmadidi, mengeluarkan kebijakan membuat penetapan pelaksanaan eksekusi atas “objek eksekusi yang masih dalam proses perkara lain dan objek eksekusi tidak sama dengan keadaan yang ada di lapangan”.
Data akurat yang diperoleh awak media Objek eksekusi yang dibuatkan penetapan eksekusi oleh Ketua PN Airmadidi dalam perkara perdata No. 49/Pdt.G/2014/PN Arm tahun 2014 sesuai dengan amar putusan yang dibacakan Jurusita PN Airmadidi saat pelaksanaan eksekusi adalah sebidang tanah yang terletak di Desa Laikit, Kecamatan Demembe Kabupaten Minahasa Utara luas tanahnya 8.390 M², batas-batas :
– Utara : Saluran Air.
– Timur : Willy Daniel Wantania.
– Selatan : Jalan Kebun.
– Barat : Marte Manua, Pontius Koloay, Frans Tangka, Hermanus Ngangi, Naray Manua.
Melalui hasil investigasi awak media secara akurat mendapati Objek yang dieksekusi pada hari Jumat tanggal 23 Agustus 2024 adalah objek tanah yang sementara disengketakan dalam perkara perdata No. 200/Pdt.G/2023/PN Arm yang saat ini sementara bergulir di Tingkat Kasasi di Mahkamah Agung sesuai data dalam gugatan perkara No. 200/Pdt.G/2023/PN Arm letak objek tanah berada di Desa Laikit, Kecamatan Dimembe Kabupaten Minahasa Utara dengan luas tanah 9.276 M², batas-batas :
– Utara : Saluran Air.
– Timur : Jalan Kompleks.
– Selatan : Jalan Umum (antar Kabupaten/Kota).
– Barat : Jalan Kompleks.
Dasar proses pelaksanaan eksekusi yang dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 23 Agustus 2024 sesuai yang diperoleh awak media yang dibacakan oleh Jurusita dan dengan data yang ada adalah :
– Surat Penetapan Aanmaning Ketua PN Airmadidi tanggal 22 September 2017;
– Berita Acara Aanmaning tanggal 22 September 2017;
– Penetapan Sita Eksekusi Ketua PN Airmadidi tanggal 29 Maret 2018;
– Berita Acara Sita Eksekusi tanggal 6 April 2018;
– Permohonan Eksekusi tanggal 26 Agustus 2018;
– Penetapan Konstatering Ketua PN Airmadidi tanggal 19 Mei 2022;
– Berita Acara Konstatering tanggal 8 Juni 2022;
– Penetapan Eksekusi Ketua PN Airmadidi tanggal 1 Agustus 2022;
– Permohonan eksekusi lanjutan tanggal 22 Juni 2023;
– Penetapan Eksekusi lanjutan tanggal 13 Juli 2023;
Atas dilaksanakannya eksekusi tersebut Noch Sambouw, SH.MH selaku Kuasa Hukum dalam perkara No. 200/Pdt.G/2023/PN Arm mengatakan eksekusi tersebut dilakukan dengan melanggar aturan sehingga bisa dikatakan eksekusi illegal.
“Eksekusi itu melanggar aturan dan bisa disebut eksekusi illegal” sebut Noch. Adapun alasa-alasan yang disampaikan Noch Sambouw mengatakan eksekusi itu illegal sebagai berikut :
Proses eksekusi dimulai dari permohonan eksekusi bukan dimulai dengan Penetapan Aanmaning disertai dengan Sita Eksekusi;
Permohonan eksekusi dilakukan oleh pemohon eksekusi sesuai yang dibacakan oleh Jurusita nanti dilakukan pada tanggal 26 Agustus 2018 sedangkan Penetapan Aanmaning dan Berita Acara Aanmaning dibuat oleh Ketua PN Airmadidi tanggal 22 September 2017 selanjutnya dibuatkan Penetapan Sita eksekusi tanggal 6 April 2018 dan Berita Acara Sita Eksekusi tanggal 26 Agustus 2018.
Penetapan Konstatering dibuat oleh Ketua PN Airmadidi pada tanggal 19 Mei 2022 dan Berita Acara Kostatering tanggal 8 Juni 2022.
Sebelum eksekusi lanjutan tanggal 13 Juli 2023 dilaksanakan ada derden verset yang dilakukan pihak ketiga terhadap objek eksekusi dan juga ada gugatan yang terdaftarkan di PN Airmadidi tanggal 16 Agustus 2023 dengan perkara No. 200/Pdt.G/2023/PN Arm yang objek perkaranya termasuk objek eksekusi yang dimohonkan eksekusi oleh pemohon eksekusi sehingga proses eksekusi yang sedianya dilakukan tanggal 26 Juli 2023 dan tanggal 30 November 2023 berdasarkan Penetapan eksekusi tanggal 13 Juli 2023 tidak bisa terlaksana akibat ada perlawanan di lapangan dan ditangguhkan tapi tanggal 23 Agustus 2024 eksekusi itu dipaksakan lagi atas perintah Ketua PN Airmadidi padahal jelas-jelas Ketua PN Airmadidi mengetahui perkara No. 200/Pdt.G/2023/PN Arm yang objek tanahnya didalamnya termasuk objek yang akan dieksekusi sementara berproses di Tingkat Kasasi;
Eksekusi yang dilaksanakan pada hari Jumat tanggal 23 Agustus 2024 proses awalnya mengenai hal-hal yang substansial dan prinsip sebagai penentu dan syarat-syarat bisa tidaknya dilakukan eksekusi dimulai sejak tahun 2017 sebelum SK Dirjen Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung RI Nomor : 40/DJU/SK/HM.02.3./1/2019 tentang Pedoman Eksekusi Pada Pengadilan Negeri diterbitkan dan diberlakukan sehingga patut dan beralasan hukum jika Ketua PN Airmadidi melakukan telaah kembali mengenai syarat-syarat baru yang diterapkan serta meninjau dan/atau merobah kembali Penetapan eksekusi yang diterbitkan atas dasar syarat-syarat yang telah ditelaah oleh tim telaah PN Airmadidi sebelumnya yang ditelaah sebelum SK Dirjen Badilum Mahkamah Agung RI Nomor : 40/DJU/SK/HM.02.3./1/2019 tentang Pedoman Eksekusi Pada Pengadilan Negeri diterbitkan dan diberlakukan;
Ada 2 (dua) point yang termuat dalam SK Dirjen Badilum MARI Nomor : 40/DJU/SK/HM.02.3./1/2019 tentang Pedoman Eksekusi Pada Pengadilan Negeri yang dilanggar oleh Ketua PN Airmadidi yakni pada Angka 23 Alasan Ditangguhkannya Eksekusi, Point 6) disebutkan dengan jelas “ Objek Eksekusi tidak sama dengan keadaan di Lapangan” dan pada Point 7) disebutkan dengan jelas “ Objek Eksekusi masih dalam proses perkara lain”;
Menurut Noch Sambouw, Mahkamah Agung RI sudah pasti memiliki data dan dasar adanya keluhan dari public atas adanya kerugian baik terhadap Negara maupun terhadap Masyarakat akibat Pengadilan Negeri telah melakukan eksekusi-eksekusi menggunakan dasar dan syarat-syarat pelaksanaan eksekusi yang belum memenuhi unsur kebenaran dan keadilan sehingga pada tahun 2019 Mahkamah Agung lewat Dirjen Badilum mengeluarkan Pedoman Eksekusi Pada Pengadilan Negeri untuk dipakai sebagai dasar dilaksanakannya eksekusi agar tidak ada lagi kerugian yang terjadi baik terhadap Negara maupun terhadap masyarakat.
Saat ini objek tanah juga termasuk bangunan rumah permanen dan tanaman dalam perkara No. 200/Pdt.G/2023/PN Arm telah dieksekusi, kemudian jika nantinya tuntutan dalam perkara No. 200/Pdt.G/2023/PN Arm dikabulkan dan memenangkan pihak klien saya maka akan menjadi polemik baru yakni siapa yang akan mengganti kerugian yang telah diderita baik materil maupun imateril dari pihak klien saya ? Apakah Ketua PN Airmadidi yang memerintahkan dilaksanakannya eksekusi ataukah pemohon eksekusi ataukah negara ? Bisakah kerugian imateriil dari klien saya diganti ?, begitu tutur Sambouw.
Salah satu contoh : Dalam pelaksanaan eksekusi kemarin Jumat 23 Agustus 2024 di Desa Laikit itu dipaksakan dilaksanakan oleh Ketua PN Airmadidi padahal sudah ada Pedoman Pelaksanaan Eksekusi dari Mahkamah Agung yang diberlakukan bagi seluruh Pengadilan Negeri di wilayah NKRI yang menyebutkan alasan Eksekusi harus ditangguhkan karena Objek Eksekusi tidak sama dengan keadaan di Lapangan atau Objek Eksekusi masih dalam proses lain. Objek yang dieksekusi kamarin itu luas tanah dan batas-batas tanah tidak sama dengan yang ada dalam amar putusan No. 49/Pdt.G/2014/PN Arm yang dimohonkan eksekusi itu. Kemudian objek yang dieksekusi pada hari Jumat tanggal 23 Agustus 2024 adalah objek dalam perkara perdata No. 200/Pdt.G/2023/PN Arm yang sementara berproses di Tingkat Kasasi.
Selanjutnya Para Pemohon Eksekusi perkara No. 49/Pdt.G/2014/PN Arm yang dimohonkan eksekusi tersebut diatas bersama pihak yang membantu kemenangan perkara tersebut sementara diperiksa dalam perkara pidana dan sudah dalam tahap Penyidikan namun ditangguhkan pemeriksaan pidananya karena ada kaitannya dengan pemeriksaan perkara perdata No. 200/Pdt.G/2023/PN Arm.
Pihak Kepolisian saja yang bukan instansi dibawah Mahkamah Agung RI taat kepada Peraturan Mahkamah Agung (Perma Nomor 1 Tahun 1956) tapi kenapa Ketua PN Airmadidi malah mengabaikan SK Dirjen Badilum MARI Nomor : 40/DJU/SK/HM.02.3./1/2019 tentang Pedoman Eksekusi Pada Pengadilan Negeri.
Saat eksekusi mau dipaksakan dilaksanakan sebelum terjadi bentrok dan menyebabkan korban Noch Sambouw, SH.MH sudah memberikan tawaran Solusi yakni meminta agar pihak Pengadilan meminta jaminan kepada pemohon eksekusi atau siapa saja yang memberikan jaminan baik sejumlah uang ataupun barang senilai jumlah barang-barang/benda termasuk tanaman-tanaman yang akan dirusak, apabila ada jaminannya maka menurut Noch Sambouw dia sendiri juga selaku Penegak Hukum akan turut membantu menjalankan eksekusi tersebut. Tapi dari pihak PN Airmadidi tidak memberikan respon atas Solusi adil dan benar yang disampaikan oleh Noch Sambouw tersebut, kemudian eksekusi dipaksanakan sehingga terjadi bentrok yang menyebabkan korban luka-luka dari kedua belah pihak.
Data yang diperoleh awak media melalui sumber yang akurat jumlah korban luka berat dan luka ringan dari pihak keluarga tereksekusi berjumlah 23 termasuk 1 orang patah tulang sedangkan korban luka-luka dari pihak kepolisian berjumlah 5 (lima) orang dan saat berita ini dibuat semua korban yang di rumah sakitkan sudah dikeluarkan dari rumah sakit dilanjutkan dengan rawat jalan. Ini adalah pengalaman buruk yang terjadi akibat kebijakan keliru yang dibuat dan dipaksakan oleh Ketua PN Airmadidi.
Perbuatan dari Ketua PN Airmadidi tersebut diatas akan dilaporkan oleh Noch Sambouw ke Mahkamah Agung RI, Komisi Yudisial RI, Kemenkumham RI, Komnas HAM RI dan ke Presiden RI.
Noch Sambouw berharap Ketua Mahkamah Agung lewat Badan Pengawas Mahkamah Agung dapat memeriksa dan meminta pertanggungjawaban perbuatan Ketua PN Airmadidi Jufri Pansariang yang membuat kebijakan sudah melecehkan SK Dirjen Badilum MARI Nomor : 40/DJU/SK/HM.02.3./1/2019 tentang Pedoman Eksekusi Pada Pengadilan Negeri sehingga menyebabkan korban dalam eksekusi kemarin tanggal 23 Agustus 2024, agar menjadi peringatan dan tidak akan terjadi lagi perbuatan serupa di kemudian hari di seluruh Pengadian Negeri di wilayah NKRI.
(A.D)