Jerat Fakta | Manokwari – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, mempertanyakan lambatnya penyelesaian hukum yang berkeadilan atas kasus kematian Pendeta Yeremia Zanambani, yang terjadi di Homba, Hitadipa, Intan Jaya, Papua, pada 19 September 2020. Hingga kini, empat tahun setelah kejadian tersebut, kasus ini masih belum mencapai titik terang.
Pemerintah Republik Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, yang segera akan mengakhiri masa jabatannya, dinilai gagal menegakkan hukum dan memenuhi tuntutan keadilan serta hak asasi manusia (HAM) dari keluarga korban. Pendeta Zanambani, yang merupakan pemimpin jemaat di Boma, Hitadipa, diduga menjadi korban penembakan dan penusukan oleh prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI). Peristiwa tersebut dianggap melanggar hukum dan HAM korban.
Kasus ini diduga kuat merupakan pelanggaran HAM berat, yang dapat dikategorikan sebagai Kejahatan Terhadap Kemanusiaan (crime against humanity) sebagaimana diatur dalam Pasal 7 huruf b dan Pasal 9 Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Hingga saat ini, LP3BH Manokwari belum pernah menyaksikan adanya penyelidikan independen yang adil terkait kematian Pendeta Zanambani.
Sebagai Advokat dan Pembela HAM yang pernah meraih penghargaan internasional “John Humphrey Freedom Award” pada 2005 di Kanada, Yan Christian Warinussy mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) untuk segera melakukan penyelidikan independen dan mengungkap kebenaran terkait kasus ini.
“Kami mendesak Komnas HAM bekerja ekstra keras dalam mengumpulkan bukti akurat atas kejahatan terhadap kemanusiaan yang merenggut nyawa Pendeta Yeremia Zanambani secara melawan hukum empat tahun lalu,” tegas Warinussy.
Kematian tragis Pendeta Yeremia Zanambani telah meninggalkan luka mendalam bagi keluarga korban dan masyarakat di Intan Jaya, yang hingga kini masih menunggu keadilan dan kepastian hukum.
(Udir Saiba)