Advokat dan Pembela HAM Desak Implementasi Amanat UU Otsus Papua dalam Penempatan Hakim dan Panitera

Oplus_0

Jerat Fakta| Manokwari – Sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD) di Tanah Papua, saya mendesak Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) di Jakarta untuk memperhatikan nasib putra-putri Papua Asli dalam pengembangan karier mereka sebagai hakim dan panitera di tanah kelahirannya, Tanah Papua.

Hal ini disampaikan oleh Yan Christian Warinussy SH kepada media melalui pesan tertulis, Selasa, (17/12/2024)

Desakan ini berdasarkan ketentuan Pasal 62 ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang menyatakan bahwa “Orang Asli Papua berhak memperoleh kesempatan dan diutamakan untuk mendapatkan pekerjaan dalam semua bidang pekerjaan di wilayah Provinsi Papua berdasarkan pendidikan dan keahliannya.”

“Dalam penjelasan Pasal tersebut, pengutamaan kesempatan bagi Orang Asli Papua disebut sebagai langkah afirmatif dalam rangka pemberdayaan di bidang ketenagakerjaan,” katanya.

Lebih lanjut, Pasal 62 ayat (3) menyatakan bahwa “Dalam hal mendapatkan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) di bidang peradilan, Orang Asli Papua berhak memperoleh keutamaan untuk diangkat menjadi Hakim atau Jaksa di Provinsi Papua”

“Amanat ini harus diimplementasikan secara nyata. Oleh karena itu, saya juga mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, agar mendukung implementasi afirmasi ini demi kemajuan peradilan di Tanah Papua,” ujar Warinussy.

Saat ini, banyak sumber daya manusia (SDM) Hakim Papua Asli yang memiliki pendidikan, keahlian, dan integritas yang mumpuni.

“Mereka layak ditempatkan sebagai Ketua maupun Wakil Ketua Pengadilan Negeri di berbagai wilayah seperti Jayapura, Manokwari, Sorong, Nabire, Merauke, Wamena, Fakfak, Biak, Serui, dan Kaimana. Langkah ini bukan diskriminasi, melainkan bentuk afirmasi yang adil dan konkret bagi Orang Asli Papua untuk berkontribusi mengurus tanah air mereka sendiri,” jelasnya.

Namun demikian, ujar Warinussy, bagi oknum-oknum “hakim nakal” yang merusak citra peradilan, saya menekankan perlunya penegakan sanksi tegas sesuai aturan hukum yang berlaku.

“Selain itu, terdapat pula putri-putri Papua Asli yang layak diberi kesempatan menjadi panitera pengadilan negeri maupun panitera pengganti,” tambahnya.

Negara wajib memberi peluang pengkaderan kepada mereka untuk mendukung keberlanjutan sistem peradilan yang lebih representatif dan adil.

“Saya juga menekankan bahwa hakim Papua Asli layak dipromosikan untuk menduduki posisi sebagai hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) di Pengadilan Negeri/Tipikor Jayapura dan Manokwari,” ungkapnya.

Dengan kompetensi dan integritas yang mereka miliki, saatnya negara memberikan kepercayaan kepada hakim Papua Asli untuk menangani perkara-perkara penting, termasuk tindak pidana korupsi di Tanah Papua.

“Pemberian kesempatan ini adalah wujud dari prinsip keadilan, kesetaraan, dan implementasi nyata dari semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Langkah afirmatif ini harus dijalankan demi mewujudkan peradilan yang lebih inklusif dan mencerminkan keberagaman di Indonesia,” pungkasnya.

(Udir Saiba)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *