Jerat Fakta | Manokwari – Kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Teluk Wondama, Aser Waroi, terhadap Semuel Alfian Kandami, seorang Aparatur Sipil Negara (ASN), masih belum menunjukkan perkembangan signifikan. Peristiwa ini terjadi di Bandar Udara Rendani, Manokwari, Papua Barat, pada Kamis (7/11) lalu.
Semuel Alfian Kandami, yang merupakan saksi korban sekaligus pelapor, telah resmi melaporkan kasus ini melalui Laporan Polisi Nomor: LP/B/321/XI/2024/SPKT/POLDA PAPUA BARAT tertanggal 10 November 2024. Namun, hingga kini, satu bulan setelah laporan dibuat, penanganan perkara masih berada di tahap penyelidikan oleh Sub Direktorat Jatanras Ditreskrimum Polda Papua Barat.
Kuasa hukum korban, Yan Christian Warinussy, SH, menyampaikan bahw pihaknya merasa adanya”keistimewaan” yang diberikan kepada terlapor, Sekda Aser Waroi, oleh pihak kepolisian. Menurutnya, proses hukum terkait dugaan penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) seharusnya tidak rumit dan dapat segera ditindaklanjuti.
“Pasal 351 ayat (1) KUHP jelas menyatakan bahwa penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 8 bulan. Bukti-bukti berupa Visum Et Repertum, rekaman CCTV di Tempat Kejadian Perkara (TKP), serta saksi-saksi yang melihat dan mendengar kejadian telah ada di tangan penyidik. Bahkan, keterangan dari klien saya sebagai saksi korban serta keterangan terlapor Aser Waroi juga sudah dimiliki,” tegas Yan Christian Warinussy, Rabu (18/12).
Warinussy mempertanyakan alasan penyidik Ditreskrimum Polda Papua Barat yang belum juga menaikkan status kasus ke tahap penyidikan dan menetapkan Aser Waroi sebagai tersangka. Ia menilai hal ini tidak sejalan dengan asas keadilan bagi kliennya, Semuel Alfian Kandami, dan keluarganya.
“Seharusnya gelar perkara sudah dilaksanakan. Apa yang masih menjadi kendala hingga sekarang? Bukti-bukti sudah jelas dan cukup kuat,” tambahnya.
Warinussy menegaskan bahwa kepastian hukum menjadi harapan besar bagi korban dan keluarganya yang merasa dipermalukan oleh tindakan Sekda Aser Waroi.
“Hari ini sudah tanggal 18 Desember 2024, kapan kasus ini akan dituntaskan? Ini menjadi pertanyaan besar bagi kami,” pungkasnya.
Kasus ini menjadi sorotan publik karena lambannya penanganan oleh Polda Papua Barat, meskipun bukti-bukti pendukung telah tersedia. Korban dan kuasa hukum berharap agar proses hukum dapat berjalan transparan, cepat, dan adil sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(Udir Saiba)