PETI Ancam Lingkungan Pegaf: LP3BH Desak Penghentian Tambang Ilegal

Jerat Fakta | Manokwari – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, menyampaikan keprihatinan mendalam atas bencana banjir bandang dan tanah longsor yang melanda Distrik Catubouw, Kabupaten Pegunungan Arfak (Pegaf), Papua Barat.

Bencana tersebut terjadi belum lama ini dan telah merenggut belasan nyawa warga. Menurut data dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional (Basarnas) Kabupaten Manokwari, awalnya dilaporkan 19 orang dinyatakan hilang dalam peristiwa memilukan itu.

Hingga Kamis (22/5), tim pencarian gabungan yang terdiri dari Basarnas dan Polres Pegaf berhasil menemukan 15 jenazah. Dengan demikian, masih terdapat empat korban yang belum ditemukan dan masih dalam pencarian intensif.

Yan Warinussy menyoroti kemungkinan kuat bahwa bencana ini dipicu oleh aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI) yang marak terjadi di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) sekitar Catubouw.

“PETI di kawasan DAS Kali Meyof, Kali Wasirawi, dan Kali Wariori harus segera dihentikan,” tegas Warinussy, mengingatkan bahwa kerusakan lingkungan akibat PETI dapat berdampak fatal bagi masyarakat lokal.

Seruan ini disampaikannya menjelang peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia ke-51, yang akan diperingati pada 5 Juni 2025 mendatang, sebagai momen refleksi kolektif atas krisis ekologis di Tanah Papua.

Menurut Warinussy, Hari Lingkungan Hidup Sedunia harus dijadikan momentum untuk menghentikan eksploitasi sumber daya alam yang tidak ramah lingkungan dan merugikan masyarakat adat.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menempatkan Hari Lingkungan Hidup sebagai forum global untuk meningkatkan kesadaran dan tindakan nyata dalam perlindungan lingkungan di seluruh dunia.

“Pemerintah daerah, tokoh adat, dan seluruh elemen masyarakat harus bersatu mendorong penghentian PETI demi menyelamatkan ekosistem Pegaf yang unik dan rapuh,” ujarnya.

LP3BH Manokwari sendiri berkomitmen untuk terus mengawal kebijakan dan tindakan yang mendukung pengelolaan lingkungan secara adil, lestari, dan berbasis hak asasi manusia.

Organisasi ini juga mendorong partisipasi aktif masyarakat adat dalam setiap proses pengambilan keputusan terkait sumber daya alam di wilayah mereka.

“Tragedi Catubouw adalah alarm keras bagi kita semua. Tidak ada pembangunan yang sepadan dengan nyawa manusia dan kehancuran lingkungan,” pungkas Warinussy. (Saiba).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *