Jerat Fakta | Manokwari, – Advokat dan pembela hak asasi manusia, Yan Christian Warinussy, SH, angkat bicara terkait penahanan dan dugaan pelanggaran hak-hak dasar terhadap Serda Ezra Fanuel Haumahu, seorang Bintara yang bertugas di Kesdam XVIII/Kasuari, Papua Barat.
Warinussy yang bertindak sebagai kuasa hukum keluarga Daniel Leonard—orang tua kandung dari Serda Ezra—menyampaikan keprihatinannya atas perlakuan yang dialami oleh prajurit muda tersebut selama berada dalam tahanan Polisi Militer Kodam XVIII/Kasuari.
“Lebih dari seminggu Serda Ezra ditahan dengan tuduhan Tidak Hadir Tanpa Izin (THTI), namun kini muncul tuduhan baru yang jauh lebih serius, yakni asusila dan penipuan,” kata Warinussy dalam keterangan resminya, Jumat (31/5).
Ia menyebutkan, informasi tersebut tidak hanya mengejutkan keluarga, tetapi juga menunjukkan adanya indikasi upaya kriminalisasi terhadap Serda Ezra tanpa dasar hukum yang jelas dan kuat.
Lebih lanjut, Warinussy mengungkap bahwa Serda Ezra juga mengalami hal yang sangat mengkhawatirkan, yakni perubahan data kependudukan dan status agama secara sepihak tanpa persetujuan orang tua atau keluarga batihnya.
“Serda Ezra adalah seorang Kristen Protestan, namun kini tercatat sebagai mualaf. Hal ini terjadi tanpa ada pemberitahuan atau izin dari keluarganya. Ini patut diduga sebagai perbuatan pidana,” tegas Warinussy.
Menanggapi kejadian ini, pihak keluarga melalui kuasa hukumnya telah membuat laporan ke Kepolisian dengan Nomor: LP/B/415/V/2025/SPKT/POLRESTA MANOKWARI/POLDA PAPUA BARAT pada 3 Mei 2025.
Warinussy yang pernah menerima penghargaan internasional John Humphrey Freedom Award tahun 2005 di Montreal, Kanada, meminta Panglima Kodam XVIII/Kasuari untuk segera mengintervensi dan mengevaluasi proses hukum yang dijalani anggotanya tersebut.
Ia juga mendesak agar Pimpinan Umat Kristen Protestan di Manokwari, sebagai Kota Injil, turut menyuarakan keberatan atas dugaan pemaksaan perpindahan agama tanpa dasar hukum.
“Jika benar tindakan ini dilakukan oleh oknum prajurit atau perwira di lingkungan Kodam XVIII/Kasuari, maka ini bukan sekadar pelanggaran administrasi, tapi pelanggaran hak asasi manusia yang serius,” ujarnya.
Warinussy mengingatkan bahwa prajurit TNI juga memiliki hak asasi yang harus dihormati, termasuk hak atas identitas, keyakinan, dan keadilan dalam proses hukum.
DAP dan lembaga-lembaga masyarakat sipil di Tanah Papua diminta turut memantau dan mengawal proses hukum ini agar tidak ada lagi praktik pelanggaran HAM yang disembunyikan di balik institusi. (Saiba)