Jerat Fakta | Jakarta, – Dugaan korupsi pada proyek pembangunan Pabrik Jagung di Desa Bea dan Pabrik Padi (Lumbung Padi) di Desa Bente, Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, resmi dilaporkan ke Korps Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Bareskrim Mabes Polri pada Senin, 10 Juni 2025.
Laporan ini disampaikan langsung oleh Hasidi, Koordinator Aliansi Pemuda Anti Korupsi (APAK), yang menyebut pembangunan kedua pabrik itu sarat dengan penyimpangan hukum, manipulasi administrasi, dan dugaan kolusi antara oknum pejabat pemerintah daerah, dinas teknis, dan pihak-pihak tertentu yang mengaku sebagai kelompok tani dan di kelolah secara Ilegal- Pribadi.
“Kami menyerahkan berkas laporan dugaan korupsi proyek pabrik jagung dan pabrik padi kepada Kortas Tipidkor Bareskrim. Ini bukan sekadar laporan tapi bentuk perlawanan terhadap sistem yang coba melanggengkan praktik kotor atas nama pembangunan,” tegas Hasidi di Jakarta Gedung Mabes Polri. Jumat, (13/06/2025).
Pabrik Jagung di Desa Bea dibangun dengan anggaran lebih dari Rp 14 miliar melalui dana PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) pada tahun 2022. Namun, sejak awal pembangunan tersebut dilakukan di atas lahan milik masyarakat tanpa akta hibah, dan bahkan sempat digadaikan. SHP atas nama Pemda baru diterbitkan pada 27 Maret tahun 2025—tiga tahun setelah pembangunan berjalan dan pabrik dikelolah secara pribadi dan beroperasi secara ilegal di bawah pengelolaan Dinas Pertanian Muna.
Sementara itu, pembangunan Pabrik Padi melalui program LPM (Lumbung Pangan Masyarakat) tahun 2022 dengan anggaran yang bersumber dari dana PEN dan DAK, Anggraranya Masih Misterius karena dilakukan Serba senyap dan tertutup dan tidak ada papan nama pabrik yang diduga kuat tidak sesuai dengan persyaratan teknis dan regulasi.
Lahan yang digunakan bukan milik Gapoktan sebagaimana diwajibkan Peraturan Mentri Pertanian Tentang Syarat Pembangunan Pabrik Lumbung Pangan Masayarakat, melainkan milik pribadi La Ode Taba, yang juga menjadi Ketua Poktan yg hanya beranggotakan 3 keluarga inti yaitu Adik kandung, dan istri ketua Laode Taba. Proyek ini terindikasi dikondisikan agar hanya dinikmati dan di kelolah oleh kelompok terbatas, yaitu satu keluraga dan hasil dari pengelolaan ilegal tersebut Di duga setorkan kepada Oknum yg menggagas Proyek Ilegal tersebut.
“Kedua proyek ini terindikasi kuat menjadi modus bancakan anggaran berkedok program ketahanan pangan. Ada pelanggaran serius, mulai dari status lahan, akta hibah, sampai pengelolaan yang dilakukan secara pribadi dan ilegal demi meraup keuntungan Pribadi dan terbukti pabrik tersebut hingga saat ini tidak jelas status hukumnya dan di kelolah secra terus menerus tampa ada aturan dan tidak menghhasilkan PAD Nol Rupiah selama 3 tahun. “tambah Hasidi.
Lanjut” Hasidi, Menyaangkan Sikap Aparat Penegak Hukum diantaranya pihak polres muna dan Kejaksaan negri muna, mereka malah mendukung dan mengapresiasi ekstensi pengelolaan pabrik yang bermasalah tersebut, Harusnya mereka tindak tegas tapi ini malah diapresisi dan di dukung. Kami menduga ada sesuatu yang tersembunyi dalam kasus ini, olehnya itu kami minta Bareskrim Mabes Polri untuk turun tangan Mengusut kasus pabrik ini.
Pelaporan ke Mabes Polri ini merupakan bagian dari langkah lebih besar masyarakat sipil untuk mengembalikan akuntabilitas pembangunan berbasis dana publik.
“Kami percaya jika pusat tidak turun tangan, maka korupsi model begini akan terus terjadi, merusak kepercayaan publik dan mengorbankan rakyat kecil,” pungkas Hasidi.