Fakta Baru Sidang Jembatan Kali Wasian, Barang Ada, Tapi Ahli Sebut Fiktif

Jerat Fakta | MANOKWARI – Persidangan lanjutan perkara dugaan tindak pidana korupsi Pembangunan Jembatan Kali Wasian Tahap III Tahun Anggaran 2022 kembali digelar di Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I A, Selasa (17/6/2025).

Persidangan tersebut menghadirkan silang pendapat tajam antara ahli dan penasihat hukum para terdakwa.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Helmin Somalay, SH, MH ini menghadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni. Mereka membawa seorang saksi ahli hukum keuangan negara sekaligus ahli penghitungan kerugian negara, yakni Dr. Hernold F. Makawimbang, M.Si, MH.

Dalam keterangannya, ahli menyatakan bahwa berdasarkan analisisnya, proyek pembangunan Jembatan Kali Wasian Tahap III menyebabkan kerugian negara dengan total lost senilai Rp3.647.250.000.

“Karena anggaran sudah dicairkan 100 persen, namun faktanya jembatan tidak ada,” jelasnya di depan persidangan.

Pernyataan ini langsung ditanggapi kritis oleh penasihat hukum terdakwa Jhony Koromad, Advokat Yan Christian Warinussy. Ia mempertanyakan dasar penilaian ahli, khususnya terkait dokumen kontrak yang digunakan dalam proses penghitungan kerugian negara.

“Apakah saudara ahli juga diberi dokumen kontrak pekerjaan?” tanya Warinussy. Ahli menjawab singkat, “Iya, saya diberi copy dokumen kontrak.”

Pertanyaan kemudian dilanjutkan untuk mengklarifikasi jenis pekerjaan dalam kontrak.

“Apakah tertulis pekerjaan pengadaan rangka jembatan atau pekerjaan struktur rangka jembatan?” tanya Warinussy. Ahli menjawab bahwa yang tertera adalah pengadaan.

Namun, Hakim anggota II, Hermawanto, SH, turut memperjelas dan saksi pun akhirnya mengakui bahwa pekerjaan dalam proyek ini adalah struktur rangka jembatan Kali Wasian Tahap III. Meski begitu, ahli tetap berpegang pada pandangannya bahwa kerugian negara tetap terjadi.

Warinussy kembali memberi ilustrasi bahwa struktur jembatan sepanjang 36 meter telah dibuat di Bekasi dan dikirim menggunakan kapal laut menuju Manokwari, meskipun belum sampai di Teluk Bintuni.

“Barangnya ada, hanya belum sampai lokasi,” ujarnya.

Namun, ahli tetap pada posisinya. “Dari sisi keuangan negara, kalau barang belum ada di tempat tujuan dan belum terpasang, maka itu fiktif,” tegas Makawimbang.

Advokat Warinussy melanjutkan, bahwa sesuai keterangan saksi lain, dibutuhkan kontrak baru dan anggaran tambahan untuk membawa struktur jembatan ke Teluk Bintuni. Meski begitu, ahli tetap menilai kondisi tersebut sebagai kerugian negara.

Ahli juga menyarankan bahwa dalam perkara seperti ini sebaiknya dihadirkan pula seorang ahli teknik sipil untuk menilai secara teknis apakah pekerjaan itu memang pengadaan atau struktur rangka jembatan.

Sayangnya, Jaksa Penuntut Umum dalam sidang kali ini tidak menghadirkan ahli teknis, sehingga tafsiran teknis dari sisi fisik pekerjaan tidak terungkap secara menyeluruh.

Perdebatan antara ahli dan penasihat hukum menunjukkan adanya perbedaan interpretasi antara pendekatan hukum keuangan dengan realitas teknis lapangan dalam proyek jembatan tersebut.

Sidang akhirnya ditutup pada pukul 16:30 WIT dan dijadwalkan akan dilanjutkan pada Rabu (18/6) dengan agenda pemeriksaan terhadap dua terdakwa, yakni Fredy Parubak dan Jhony Koromad.

Perkara ini menjadi sorotan publik karena menyangkut anggaran besar dan proyek infrastruktur yang vital bagi aksesibilitas masyarakat di Teluk Bintuni.

(Udir Saiba)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *