Sorong, Jerat Fakta — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Abdi Papua resmi melaporkan kinerja penyidik Reskrim Polresta Sorong Kota kepada Kapolresta, karena dinilai tidak profesional dalam menangani kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah yang dilaporkan oleh warga bernama Isak Semuel Boekorsjom.
Melalui surat Nomor: 01/LBH-ABDI-PAPUA/PDN/VII/2025, tertanggal Juli 2025, Kuasa Hukum korban, yakni Elimelek Obet Kaiwai, S.H., Yance P. Dasnarebo, S.H., Urbanus Mamu, S.H., M.H., Lutfi S. Solissa, S.H., dan Benyamin B. Warikar, S.H., menyampaikan keberatan mereka terhadap Surat Penghentian Penyelidikan yang diterbitkan penyidik.
Kasus yang dimaksud dilaporkan berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/723/X/2024/SPKT/POLRESTA SORONG KOTA/POLDA PAPUA BARAT DAYA, tertanggal 4 Oktober 2024, terkait dugaan pemalsuan surat yang diatur dalam Pasal 263 KUHP.
Penyidik diketahui telah menerbitkan Surat Penghentian Penyelidikan Nomor: B/351/VII/RES 1.9./2025 tertanggal 14 Juli 2025. Namun, pihak pelapor menyayangkan keputusan itu karena dinilai tidak melalui proses pemeriksaan alat bukti dan saksi secara menyeluruh.
Yance P. Dasnarebo, S.H., menjelaskan bahwa dalam gelar perkara, penyidik tidak memaparkan hasil penyelidikan secara terbuka. Bahkan, keterangan dari ahli yang disebut berasal dari Universitas Trisakti dan Universitas Gadjah Mada tidak pernah disampaikan kepada pelapor.
Ironisnya, tersangka dalam perkara ini telah mengakui bahwa dokumen yang dipersoalkan memang dibuat sendiri tanpa sepengetahuan pihak pelapor dan telah digunakan untuk kepentingan pribadi. Fakta ini menurut kuasa hukum seharusnya cukup kuat untuk meningkatkan perkara dari tahap penyelidikan ke penyidikan.
“Penyidik malah lebih mendorong ke arah mediasi atau penyelesaian damai, padahal pelapor ingin proses hukum ditegakkan,” tegas Yance. Ia juga menyoroti tidak adanya langkah lanjutan seperti penggeledahan dan penyitaan terhadap dokumen yang menjadi objek perkara.
Senada dengan itu, Lutfi S. Solissa, S.H., juga menyebut bahwa alasan penghentian penyelidikan belum dijelaskan secara rinci dan proporsional. “Hal ini menimbulkan keraguan atas transparansi dan akuntabilitas proses hukum,” ujarnya.
Benyamin B. Warikar, S.H., menambahkan bahwa penghentian ini berpotensi menghilangkan hak hukum klien mereka untuk memperoleh keadilan sebagaimana dijamin dalam KUHAP dan prinsip pelayanan publik yang baik.
LBH Abdi Papua melalui juru bicaranya, Stanley Rumasep, meminta Kapolresta Sorong Kota untuk meninjau kembali surat penghentian tersebut dan memerintahkan penyidik membuka kembali penyelidikan secara objektif dan profesional.
“Jika dibutuhkan, kami siap menghadirkan saksi-saksi tambahan dan bukti lain yang sebelumnya belum digali,” kata Stanley. Ia berharap pimpinan baru di Polresta Sorong Kota dapat memberikan perhatian serius terhadap persoalan ini.
Langkah ini diambil sebagai bentuk desakan terhadap aparat penegak hukum agar tidak menutup kasus pidana tanpa alasan yang kuat dan logis, demi memastikan hukum berjalan dengan adil dan tidak memihak. (***)