Mengejutkan, Tahanan Rutan Teluk Bintuni Bisa Memegang HP, dan Mengunggah Status di Medsos

Manokwari, Jerat Fakta – Kejadian mengejutkan terjadi menjelang pembacaan putusan dalam perkara pidana yang melibatkan Terdakwa Leonard Fredz Asmorom (LFA), warga Rumah Tahanan (Rutan) Teluk Bintuni. Pasalnya, LFA diketahui sempat mengunggah status melalui akun media sosial pribadinya sehari sebelum sidang putusan digelar di Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I A, Senin (21/7/2025).

Peristiwa ini mendapat sorotan keras dari Kuasa Hukum Sulfianto alias SA, seorang aktivis lingkungan hidup yang merupakan saksi sekaligus korban dalam perkara tersebut.

Yan Christian Warinussy SH selaku Kuasa hukum menyebut tindakan LFA tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap proses hukum dan menunjukkan lemahnya pengawasan di dalam Rutan Teluk Bintuni.

“Kami mempertanyakan bagaimana mungkin seorang tahanan yang sedang menjalani proses hukum bisa bebas menggunakan media sosial. Ini adalah bentuk ketidakcermatan dan pengawasan yang sangat buruk oleh Kepala Rutan Teluk Bintuni,” ujar kuasa hukum SA dalam keterangannya.

Tak hanya soal akses media sosial, kuasa hukum juga menyoroti tuntutan yang dinilai sangat ringan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) Maria Fanisa Gefilem, SH, terhadap LFA dan kawan-kawannya. Mereka hanya dituntut pidana selama 10 bulan, padahal tindakan mereka diduga keras memenuhi unsur Pasal 170 ayat (2) KUHP yang mengancam pidana hingga 7 tahun penjara.

Menurut kuasa hukum, tuntutan ringan tersebut sangat tidak wajar, tidak proporsional, dan jauh dari prinsip keadilan. Hal ini dianggap sebagai bentuk ketidakseriusan aparat penegak hukum dalam melindungi korban serta memperkuat rasa ketidakpercayaan terhadap sistem peradilan pidana di daerah.

Kuasa hukum berharap agar Majelis Hakim yang diketuai oleh Hakim Muslim Muhayamin Ash Siddiq, SH dapat mempertimbangkan perilaku LFA yang dianggap melecehkan hukum dalam putusannya kelak. Sikap Terdakwa yang justru menunjukkan arogansi di tengah proses persidangan patut menjadi catatan penting bagi keadilan.

“Kami mendesak agar putusan yang dijatuhkan benar-benar mencerminkan keadilan substantif, bukan sekadar formalitas hukum. Korban berhak mendapatkan perlindungan dan rasa keadilan yang setimpal,” tutup kuasa hukum SA.

(Udir Saiba)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *