Jerat Fakta | Manokwari – Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD) di Tanah Papua, Yan Christian Warinussy, SH, kembali menyoroti dugaan penyimpangan dalam proyek pengecoran jalan di dalam kawasan hutan Distrik Manimeri, Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat.
Yan meminta perhatian serius Aparat Penegak Hukum (APH), termasuk Polda Papua Barat, Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Polres Teluk Bintuni, dan Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, untuk melakukan penyelidikan hukum terhadap proyek tersebut.
Menurutnya, pekerjaan pengecoran jalan tersebut terkesan dikerjakan “mendahului” pada Februari 2025 lalu. “Ini aneh, karena pekerjaan berlangsung saat masih terjadi sengketa Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Teluk Bintuni di Mahkamah Konstitusi RI,” ujar Yan, Selasa, (12/8/2025).
Ia menambahkan, pengerjaan proyek ini diduga terhenti setelah kepala daerah dan wakil kepala daerah terpilih tidak sesuai ekspektasi pihak pelaksana. “Indikasi kuat proyek ini mangkrak,” tegasnya.
Yan juga menduga adanya keterlibatan oknum pejabat teknis di lingkungan Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Kabupaten Teluk Bintuni. Karena itu, ia mendesak agar APH segera melakukan penegakan hukum untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan anggaran negara.
Selain penegakan hukum, Yan meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI segera melakukan audit untuk menghitung potensi kerugian keuangan negara dalam pekerjaan tersebut.
“Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, saya akan terus mengawal pengungkapan kebenaran dalam kasus ini,” ujarnya.
Yan menilai, proyek pengecoran jalan yang berada di tengah hutan itu diduga kuat “fiktif” karena tidak memiliki papan nama proyek. “Publik tidak diberi informasi tentang nama proyek, siapa pelaksana, sumber anggaran, nilai kontrak, maupun waktu pelaksanaan,” ungkapnya.
Padahal, menurut peraturan perundang-undangan, setiap pekerjaan yang menggunakan dana negara wajib mencantumkan papan informasi proyek untuk menjamin keterbukaan informasi publik.
Ketiadaan papan nama proyek, kata Yan, menguatkan dugaan bahwa ada unsur kesengajaan menutup-nutupi informasi dari masyarakat.
Ia juga mengingatkan bahwa praktik seperti ini berpotensi melanggar ketentuan dalam UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, serta dapat masuk dalam kategori tindak pidana korupsi jika ditemukan unsur kerugian negara.
“Proyek seperti ini harus menjadi perhatian semua pihak. Tidak boleh ada toleransi terhadap pekerjaan yang tidak jelas, apalagi menggunakan uang rakyat,” tutup Yan.
(Udir Saiba)