Jerat Fakta | Manokwari — Persidangan perkara tindak pidana korupsi (Tipidkor) Proyek Peningkatan Jalan Mogoy-Merdey Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Anggaran 2023 pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Papua Barat digelar di Pengadilan Negeri (PN) Manokwari Kelas I A, Senin (11/8). Sidang baru dimulai pukul 19.54 WIT di ruang sidang utama.
Majelis hakim yang memimpin sidang ini diketuai Helmin Somalay, SH, MH, dengan hakim anggota Pitaryanto, SH, dan Hermawanto, SH. Agenda sidang adalah pembacaan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni.
Yang menarik, sejak pukul 16.00 WIT para terdakwa sudah berada di lingkungan PN Manokwari. Kelima terdakwa tersebut adalah Najamuddin Bennu, Daud, Adi Kalalembang, Beatrick Baransano, dan Naomi Kararbo. Mereka didampingi penasihat hukum serta keluarga yang hadir memberikan dukungan.
Namun, hingga menjelang malam, Tim JPU belum juga terlihat. Baru sekitar pukul 19.45 WIT, Kepala Seksi Penuntutan (Kasi Tut) Tipidkor Kejaksaan Tinggi Papua Barat, Mustar, SH, MH, tiba di PN Manokwari. Ternyata surat tuntutan untuk kelima terdakwa disiapkan langsung oleh tim jaksa dari Kejati Papua Barat.
Dalam pembacaan surat tuntutan, dua terdakwa, yakni Beatrick Baransano dan Naomi Kararbo, dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama. Mereka didakwa melanggar Pasal 3 jo. Pasal 18 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Atas dakwaan tersebut, kedua terdakwa dituntut pidana penjara masing-masing selama 3 tahun 6 bulan, serta denda Rp100 juta, subsider 6 bulan kurungan. Tuntutan ini langsung menuai keberatan dari penasihat hukum kedua terdakwa.
Penasihat hukum menilai tuntutan tersebut diskriminatif, terkesan dipaksakan, dan berpotensi mematikan karier kedua kliennya sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemprov Papua Barat. Menurutnya, fakta persidangan membuktikan bahwa Beatrick dan Naomi bukan bagian dari pejabat pengadaan barang dan jasa sesuai peraturan yang berlaku.
“Klien kami tidak memiliki niat jahat (mens rea) untuk melakukan tindak pidana korupsi,” tegas penasihat hukum. Ia menjelaskan, peran keduanya hanya sebatas melakukan pengecekan dokumen kelengkapan pencairan yang sudah disiapkan staf di Bidang Bina Marga Dinas PUPR Papua Barat.
Selain itu, kedua terdakwa tidak mengetahui dan tidak memiliki kewajiban untuk mengetahui kondisi fisik atau progres pekerjaan proyek di lapangan. Mereka hanya menjalankan tugas administratif sesuai arahan struktural.
Penasihat hukum juga menyoroti bahwa JPU mengabaikan fakta-fakta persidangan yang telah terungkap. “Kami merasa tuntutan ini mengabaikan prinsip keadilan dan objektivitas hukum,” ujarnya.
Sidang akan dilanjutkan pada Rabu (13/8) dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi) dari penasihat hukum kedua terdakwa. Tim kuasa hukum menyatakan siap menyampaikan argumen yang meyakinkan majelis hakim agar memberikan putusan seadil-adilnya.
“Kami yakin pengadilan sebagai benteng terakhir pencari keadilan di Tanah Papua dan Indonesia mampu menghadirkan putusan yang menyejukkan dan memberi keadilan bagi klien kami,” pungkas penasihat hukum.
(Udir Saiba)