Jerat Fakta | Manokwari — Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, mendesak aparat penegak hukum (APH) di Papua Barat serta Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) untuk segera menyelidiki persoalan belum dibayarkannya Tunjangan Tambahan Penghasilan (TPP) bagi aparatur sipil negara (ASN) di Kabupaten Manokwari.
Menurut Warinussy, kondisi tersebut sudah berlangsung hampir satu tahun penuh, yakni sejak September 2024 hingga Agustus 2025. Artinya, para ASN di lingkungan Pemerintah Kabupaten Manokwari tidak menerima hak TPP mereka selama 12 bulan terakhir.
“Sebagai advokat yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat, saya berposisi sebagai penegak hukum. Karena itu saya berkepentingan mendesak agar APH dan KPK RI segera bertindak terhadap situasi yang jelas tidak sehat ini,” ujarnya dalam keterangan pers di Manokwari, Jumat (22/8/2025).
Ia menilai kondisi ASN Manokwari sudah sangat memprihatinkan. “Nasib para ASN di Kabupaten Manokwari bagaikan lebih dari sekarat. Padahal mereka adalah garda terdepan pelayanan publik di daerah ini,” tegasnya.
Warinussy menyinggung keberhasilan KPK yang sehari lalu melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Wakil Menteri Tenaga Kerja RI, Immanuel Eben Ezer, di Jakarta. Menurutnya, langkah serupa sangat mungkin dilakukan di Manokwari.
“Kalau KPK bisa melakukan OTT di Jakarta, saya kira KPK juga bisa melakukan hal yang sama di Manokwari. Bahkan bila perlu dilakukan terhadap pejabat tinggi daerah saat mereka melakukan perjalanan dinas ke ibu kota negara,” tandasnya.
Yang lebih ironis, lanjut Warinussy, tidak ada kritik ataupun pernyataan tegas dari anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Manokwari terkait persoalan ini. “Sungguh miris. DPRK seolah menutup mata terhadap penderitaan ASN,” ucapnya.
Ia mempertanyakan ke mana larinya dana yang sudah dianggarkan pemerintah pusat. Menurut regulasi, setiap tahun Kementerian Keuangan RI sudah mengucurkan dana yang diperuntukkan bagi pembayaran TPP ASN di seluruh daerah.
“Pertanyaan saya sederhana. Jika dana tersebut sudah masuk ke rekening Pemda Manokwari, kenapa ASN tidak dibayarkan? Dana dari pusat itu digunakan untuk apa?” tegasnya lagi.
Warinussy menambahkan, jika dana tersebut sudah disalurkan tetapi tidak sampai ke ASN, maka sangat mungkin ada penyalahgunaan kekuasaan dan kewenangan. “Di sini ada potensi perbuatan melawan hukum yang wajib diusut,” ujarnya.
Menurutnya, keterlambatan pembayaran TPP ASN hingga setahun bukan persoalan teknis semata, melainkan masalah serius yang menyangkut tata kelola keuangan daerah. “Ini harus menjadi perhatian serius KPK,” katanya.
Lebih lanjut, ia mendesak KPK RI segera menurunkan tim investigasi khusus ke Manokwari. “KPK tidak boleh hanya fokus di pusat. Persoalan dugaan penyalahgunaan anggaran di daerah juga sama pentingnya,” imbuhnya.
Warinussy juga menilai bahwa persoalan ini telah melukai rasa keadilan ASN yang setia bekerja. “Bagaimana mereka bisa fokus melayani masyarakat kalau hak mereka sendiri diabaikan?” ujarnya.
LP3BH berkomitmen mengawal persoalan ini sampai tuntas. “Kami siap mendukung dan memberikan data jika KPK maupun APH di Papua Barat benar-benar serius menelusuri kasus ini,” pungkas Warinussy.
Kasus belum dibayarkannya TPP ASN Manokwari setahun penuh kini menjadi sorotan publik. Warga berharap lembaga hukum tertinggi di Indonesia dapat menaruh perhatian, sehingga nasib para ASN bisa segera dipulihkan dan dugaan praktik penyalahgunaan anggaran bisa diungkap secara transparan.
(Udir Saiba)