Yan Christian Warinussy Dorong Dialog Penyelesaian HAM di Papua

 

Jerat Fakta |®Manokwari,  – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian, dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, menilai sudah saatnya Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto membuka ruang dialog dengan rakyat Orang Asli Papua.

Dialog tersebut dinilai penting untuk membahas penyelesaian pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat, serta perbedaan pandangan terkait sejarah integrasi politik Papua sebagaimana tercantum dalam konsideran huruf e dan f Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Menurut Warinussy, format dialog ini sebaiknya mencontoh pengalaman penyelesaian konflik di Aceh pada tahun 2005.

“Dengan demikian, dialog Papua–Jakarta bisa menghadirkan titik temu dan jalan damai yang bermartabat. Ia juga menegaskan, dialog harus sekaligus menjadi momentum evaluasi menyeluruh terhadap pelaksanaan Otonomi Khusus (Otsus) Papua yang sudah berjalan hampir 25 tahun, sejak diberlakukan pada 2001 hingga 2025,” kata Warinussy. Selasa, (02/09/2025).

Sebagai seorang advokat dan pembela HAM yang pernah menerima penghargaan internasional John Humphrey Freedom Award di Montreal, Kanada pada 2005, Warinussy mengusulkan sejumlah langkah penting sebelum dialog digelar. Pertama, pemerintah pusat perlu segera menghentikan operasi militer di seluruh Tanah Papua agar suasana kondusif terwujud.

Kedua, ia menekankan perlunya penarikan Bantuan Kendali Operasi (BKO) dari berbagai proyek strategis nasional di Papua, seperti area tambang mineral PT Freeport Indonesia di Timika, LNG Tangguh di Teluk Bintuni, hingga proyek food estate di Merauke.

“Kehadiran aparat bersenjata di lokasi-lokasi tersebut seringkali menimbulkan keresahan bagi masyarakat,” jelasnya.

Ketiga, menurut Warinussy, pemerintah pusat di bawah Presiden Prabowo Subianto harus menyikapi aspirasi Papua Merdeka dengan arif dan bijaksana dalam koridor demokrasi modern.

“Aspirasi itu nyata ada, sehingga harus direspons bukan dengan kekerasan, melainkan lewat dialog dan mekanisme demokratis,” ujarnya.

Selain itu, ia juga mendorong pembukaan Pengadilan HAM di Jayapura dan Manokwari. Lembaga tersebut penting untuk mengadili secara adil, transparan, dan tidak memihak berbagai kasus dugaan pelanggaran HAM dan kekerasan negara terhadap rakyat Papua selama lebih dari lima dekade integrasi Papua ke dalam NKRI.

Kelima, Warinussy mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan pemberian status pemerintahan sendiri di Tanah Papua, dengan otonomi khusus yang diperluas. Hal ini, menurutnya, akan memberi kesempatan lebih besar bagi orang asli Papua dalam mengelola sumber daya alam untuk kemakmuran mereka sendiri.

(Udir Saiba)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *