Jerat Fakta | Manokwari, Papua Barat – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Republik Indonesia (Komnas HAM RI) Kantor Perwakilan Provinsi Papua menggelar pertemuan dengan Tim Advokasi Keadilan untuk Rakyat Papua dari Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari. Pertemuan tersebut berlangsung pada Sabtu (6/9) di kediaman Direktur Eksekutif LP3BH, Yan Christian Warinussy.
Tim Komnas HAM RI dipimpin langsung oleh Kepala Perwakilan Papua, Frits Ramandey. Sebelumnya, tim ini telah menyampaikan pemberitahuan resmi melalui surat nomor 148/TL.Adua.3.5.6/IX/2025 tanggal 02 September 2025 kepada Yan Warinussy selaku Koordinator Tim Penasihat Hukum bagi empat terdakwa perkara dugaan tindak pidana makar.
Empat terdakwa tersebut adalah Abraham Goram Gaman, Piter Robaha, Nixon May, dan Maksi Sangkek. Menurut Komnas HAM, pemantauan ini dilakukan sesuai kewenangan yang diatur dalam Pasal 76 jo Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM. Pemantauan dilakukan di Sorong, Papua Barat Daya, dan Manokwari, Papua Barat sejak 3 hingga 8 September 2025.
Dalam pertemuan itu, Tim Advokasi LP3BH memberikan klarifikasi terkait langkah-langkah advokasi yang telah ditempuh sejak tahap penyidikan hingga pelimpahan perkara dari penyidik Polresta Sorong ke Jaksa Penuntut Umum di Kejaksaan Negeri Sorong.
Yan Christian Warinussy menjelaskan bahwa pihaknya bersama keluarga para terdakwa tidak pernah menerima pemberitahuan resmi terkait pemindahan lokasi sidang dari Sorong ke Pengadilan Negeri Makassar. Padahal, menurutnya, hal itu seharusnya diatur jelas dalam Pasal 85 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Secara hukum, pemindahan tempat persidangan memiliki prosedur tertentu. Namun, kami tidak pernah diberitahu sebelumnya secara resmi,” tegas Warinussy dalam pertemuan bersama Komnas HAM. Minggu, (07/09/2025).
Meski demikian, Tim Penasihat Hukum menyatakan siap mendampingi keempat terdakwa selama proses persidangan di Pengadilan Negeri Makassar.
“Kami siap membela hak-hak klien kami di persidangan, baik di Sorong maupun Makassar,” tambahnya.
Persoalan utama yang dikeluhkan para terdakwa, lanjut Warinussy, adalah kesulitan berkomunikasi dengan keluarga. Jarak domisili yang jauh membuat mereka sulit berhubungan dengan istri, anak-anak, dan kerabat dekat.
Situasi tersebut, menurut LP3BH, membutuhkan dukungan dan fasilitasi dari Gereja maupun pemerintah daerah. Hal ini merupakan bagian dari upaya pemenuhan hak warga negara untuk memperoleh akses keadilan yang adil dan manusiawi.
Komnas HAM RI Perwakilan Papua menegaskan komitmennya untuk terus melakukan pemantauan terhadap kasus ini. Pemindahan lokasi sidang, kondisi terdakwa, hingga perlindungan hak-hak hukum mereka akan menjadi fokus utama dalam laporan hasil pemantauan lembaga negara tersebut.
(Udir Saiba)