LP3BH Soroti Setahun Penundaan Pembayaran TPP ASN Manokwari

Manokwari, Jerat Fakta – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy SH, kembali menyoroti lemahnya perhatian Aparat Penegak Hukum (APH) terhadap penundaan pembayaran Tunjangan Pertambahan Penghasilan (TPP) Aparatur Sipil Negara (ASN) di Kabupaten Manokwari.

Penundaan ini sudah berlangsung sejak September 2024 hingga September 2025 atau genap setahun lamanya.

Dalam kapasitasnya sebagai Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD), Warinussy menyebut fenomena ini sebagai “cidera berat” terhadap tata kelola keuangan daerah di Kabupaten Manokwari.

Menurutnya, kondisi tersebut menandakan adanya sistem keuangan daerah yang tidak sehat bahkan cenderung busuk.

Ia menegaskan, penundaan pembayaran TPP ASN tidak dapat dipandang sebagai masalah administratif biasa, melainkan patut dicurigai adanya dugaan praktik korupsi.

Karena itu, ia mendesak APH untuk menindaklanjuti sesuai amanat Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001,” kata Warinussy. Senin, (15/09/2025).

Belum lama ini, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua Barat menetapkan mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Papua Barat, FS, bersama bendaharanya berinisial AHHN sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dana TPP pegawai. Keduanya saat ini sedang menjalani proses hukum di Lapas Kelas II B Manokwari.

Menariknya, kedua tersangka tersebut adalah klien dari Warinussy. Ia menilai bahwa perkara tersebut menjadi bukti nyata adanya penyimpangan serius dalam pengelolaan dana TPP di lingkup birokrasi Papua Barat.

Karena itu, ia menilai kasus serupa yang menimpa ASN di Manokwari juga seharusnya masuk ke dalam radar penyelidikan APH.

“Jika selama setahun hak ASN berupa TPP tidak dibayarkan, maka jelas ada indikasi penyalahgunaan kewenangan dan kemungkinan praktik korupsi yang merugikan keuangan negara maupun daerah,” tegas Warinussy.

Menurutnya, pihak-pihak yang diduga kuat terlibat dalam penundaan ini harus segera dipanggil dan diperiksa secara intensif. Proses ini harus dijalankan berdasarkan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Warinussy menilai, diamnya APH terhadap masalah ini justru berpotensi menurunkan kepercayaan publik terhadap institusi penegak hukum.

Ia mengingatkan agar aparat tidak pandang bulu dalam menegakkan hukum, terutama menyangkut hak-hak ASN yang selama ini menjadi tulang punggung birokrasi pelayanan publik di Manokwari.

“Jangan sampai masalah ini dibiarkan berlarut-larut, karena akan menimbulkan preseden buruk bagi keuangan daerah sekaligus menambah penderitaan ASN yang haknya ditahan tanpa alasan jelas,” tutup Warinussy.

(Udir Saiba)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *