Jerat Fakta | Manokwari – Ibu Emi Tibiay, selaku pemilik Hak Ulayat menegaskan bahwa mereka melakukan aksi palang jalan sebagai bentuk penolakan terhadap penyisiran tambang rakyat serta rencana pembangunan pos penjagaan di pintu masuk wilayah tambang.
Menurutnya, tambang rakyat merupakan satu-satunya sumber penghidupan masyarakat.
“Kami minta surat izin untuk kerja tambang rakyat sendiri. Kami tidak mau ada perusahaan karena hanya menguntungkan pemerintah melalui pajak, sementara masyarakat adat tidak mendapat apa-apa untuk masa depan anak-anak,” ujarnya kepada saat diwawancarai. Selasa, (23/09/2025).
Emi Tibiay menambahkan, masyarakat tidak ingin dianggap melanggar hukum.
“Saya tegaskan bahwa orang-orang yang bekerja di tambang bukan penjahat. Kami sendiri yang mengajak mereka bekerja karena kami ingin sejahtera. Sejak tahun 1980-an kami sudah berusaha bertahan hidup, dan tambang inilah jalan Tuhan bagi kami,” katanya.
Ia menegaskan, aktivitas tambang rakyat telah membawa perubahan positif.
“Dengan tambang kami bisa punya rumah, punya mobil, dan menyekolahkan anak-anak. Kami tidak merugikan siapa pun,” ucapnya lagi.
Emi juga meminta pemerintah daerah agar segera mengeluarkan surat izin resmi untuk tambang rakyat. Ia menolak jika pemerintah pusat memaksakan masuknya perusahaan besar di wilayah tersebut.
“Kalau perusahaan yang masuk, masyarakat adat pasti tersingkir,” tegasnya.
Hal senada disampaikan oleh ketua LMA bapak Soleman, perwakilan masyarakat, yang menyoroti keresahan akibat penyisiran tambang rakyat yang terus terjadi selama sembilan tahun terakhir.
Menurutnya, masyarakat tidak pernah meminta bantuan pembangunan kepada pemerintah, baik berupa proposal, beasiswa, maupun dana lain.
“Kami hanya minta agar izin tambang rakyat segera dikeluarkan. Pemerintah harus bicara secara tertulis, jangan hanya lisan. Kalau ada rakyat, maka ada pemimpin. Kalau tidak ada rakyat, tidak ada pemimpin,” ujar Soleman dengan tegas.
Ia menambahkan, masyarakat merasa sejahtera karena hasil tambang bisa digunakan untuk membangun rumah, membeli kendaraan, membayar biaya sekolah anak-anak, hingga memenuhi kebutuhan adat seperti mas kawin.
“Kami tidak merepotkan pemerintah,” katanya.
Sementara itu, Londi, mewakili masyarakat nusantara dan generasi milenial, menyatakan bahwa tambang emas di wilayah tersebut tidak merusak alam.
“Saya hidup di sini dan sampai sekarang tanah ini masih aman. Tambang rakyat justru membuat ekonomi lancar, tingkat kejahatan menurun, dan UMKM bertumbuh,” ujarnya.
Menurut Londi, keberadaan tambang rakyat telah memberi manfaat luas, termasuk pembangunan rumah ibadah, jasa transportasi, hingga usaha kecil masyarakat.
“Karena itu, pemerintah harus segera mengeluarkan IPR, IUP, atau izin resmi lainnya. Kami sudah berusaha, tapi sampai sekarang izin itu belum juga terbit,” tegasnya.
Ia juga membantah isu penggunaan bahan kimia berbahaya dalam tambang rakyat.
“Kalau benar ada merkuri atau racun di sungai, pasti ikan-ikan sudah mati. Nyatanya ikan masih hidup. Jadi tuduhan itu tidak benar,” katanya.
Di akhir pernyataannya, Londi mendesak agar DPR RI melibatkan tokoh adat dan tokoh masyarakat dalam mencari solusi.
“Wilayah ini bukan milik satu orang, tapi banyak orang. Kami kecewa karena dalam rapat di DPR RI suara tokoh adat tidak dilibatkan. Padahal kami yang hidup dan menjaga tanah ini,” pungkasnya.
(Udir Saiba)