Jangan Korbankan ‘Suara Leluhur’ Knasaimos Demi Ambisi Lumbung Pangan

Jerat Fakta | Sorong Selatan, Papua Barat Daya — Ambisi pemerintah menjadikan Kabupaten Sorong Selatan sebagai “lumbung ketahanan pangan baru” mendapat penolakan keras dari Komunitas Anak Muda Adat Knamlas di Kampung Mlaswat, Distrik Saifi.

Mereka menegaskan, proyek pertanian padi skala besar yang tengah dirancang pemerintah merupakan ancaman langsung terhadap keberlangsungan Wilayah Adat Knasaimos.

Komunitas Knamlas menilai, proyek ini bukan sekadar program pembangunan pertanian, melainkan bentuk pengabaian terhadap hak-hak masyarakat adat yang telah hidup dan mengelola wilayahnya secara turun-temurun.

Mereka menolak dengan tegas pola pembangunan yang mengorbankan tanah adat dan ekosistem hutan yang menjadi sumber kehidupan.

Dalam pernyataan sikap yang dirilis akhir pekan ini,  Komunitas Anak Muda Adat Knamlas menolak cara pembangunan yang merusak tanah leluhurnya.

“Kami tidak menolak pembangunan, tetapi kami menolak cara pembangunan yang merusak, menyingkirkan kami dari tanah leluhur, dan menukar hutan kami dengan sawah industri,” ujarnya. Senin,(06/10/2025).

Rencana pengembangan proyek padi skala besar seluas 12.000 hektare disebut akan berdampak pada kawasan inti ekologi dan budaya masyarakat Knasaimos.

Lahan yang hendak dikonversi merupakan hutan adat yang menjadi sumber pangan alami, air bersih, obat-obatan tradisional, serta tempat sakral bagi komunitas setempat.

Mereka menegaskan, wilayah adat Knasaimos bukan “lahan tidur” yang menunggu digarap, melainkan ruang hidup yang diatur oleh nilai adat dan pengetahuan lokal.

“Kami sudah menjaga wilayah ini selama ratusan tahun tanpa merusaknya. Pemerintah seharusnya belajar dari kami, bukan menggusur kami,” tegas salah satu tokoh muda Knamlas.

Desakan keras juga ditujukan kepada Pemerintah Kabupaten Sorong Selatan dan DPRD setempat agar segera menghentikan seluruh proses perizinan dan kajian proyek. Mereka menilai, keputusan pemerintah yang tergesa-gesa tanpa konsultasi adat adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip Free, Prior and Informed Consent (FPIC) yang diakui secara nasional maupun internasional.

Selain itu, Komunitas Knamlas menyerukan kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya untuk meninjau ulang rencana menjadikan Sorong Selatan sebagai wilayah prioritas pangan. Menurut mereka, ketahanan pangan sejati hanya bisa dibangun di atas keadilan ekologis dan pengakuan hak adat, bukan lewat industrialisasi lahan.

Mereka juga mengingatkan bahwa setiap kebijakan pembangunan yang mengabaikan masyarakat adat berpotensi menciptakan konflik sosial dan ekologis baru. “Negara seharusnya menjadi pelindung, bukan pelaku perampasan,” ujar seorang anggota komunitas dalam pernyataannya.

Desakan turut dialamatkan kepada Pemerintah Pusat dan DPR RI agar memastikan setiap program nasional—termasuk proyek pangan dan program Makan Bergizi Gratis (MBG)—tidak dijalankan dengan mengorbankan hak-hak masyarakat adat dan merusak lingkungan.

Komunitas Knamlas mengingatkan bahwa Wilayah Adat Knasaimos memiliki luas 97.441 hektare, yang mencakup hutan lindung, sungai, dan kawasan budaya penting. Mereka bertekad untuk mempertahankan wilayah ini dari segala bentuk eksploitasi yang tidak melibatkan persetujuan masyarakat adat.

“Suara kami tidak akan surut untuk melindungi tanah dan hutan leluhur. Kami akan berdiri menjaga Knasaimos, apa pun risikonya,” tegas Komunitas Anak Muda Adat Knamlas dalam pernyataan bersama.

Mereka menutup seruan itu dengan pesan kuat kepada seluruh pemangku kepentingan: “JANGAN BAWA proyek ini ke Wilayah Adat Knasaimos. Kedaulatan adat adalah harga mati. Menghentikan proyek ini berarti menghormati hak asasi manusia dan suara leluhur kami.”

(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *