Jerat Fakta | Manokwari — Seorang Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD) Yan Christian Warinussy, SH, mengungkap dugaan kuat adanya praktik kriminalisasi terhadap seorang kontraktor perempuan berinisial MM (47).
Kasus ini berkaitan dengan proyek pembangunan fasilitas milik Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) yang berada dalam kawasan Hak Pengelolaan Pelabuhan Laut Manokwari.
Menurut Warinussy, kliennya MM memperoleh paket pekerjaan melalui Dinas Perhubungan Provinsi Papua Barat pada Tahun Anggaran 2019. Namun, hingga saat ini, MM tidak pernah menerima pembayaran senilai Rp260.000.000 yang merupakan bagian dari kontrak proyek tersebut. Uang itu diduga dialihkan secara melawan hukum oleh salah satu Aparatur Sipil Negara (ASN) di Dinas Perhubungan.
Lebih lanjut, Warinussy menjelaskan bahwa oknum ASN tersebut diduga mengubah isi kontrak secara sepihak. Bagian senilai 30 persen yang menjadi hak MM justru diserahkan kepada seseorang berinisial JMK tanpa sepengetahuan dan persetujuan kliennya. Tindakan tersebut disebut sebagai bentuk pelanggaran hukum dan manipulasi dokumen negara.
“Kontrak yang seharusnya ditandatangani oleh klien saya, malah dirubah secara melawan hukum. Dana 30 persen proyek itu dialihkan kepada pihak lain tanpa dasar yang sah,” ungkap Warinussy kepada media melalui pesan tertulis, Rabu (15/10/2025).
Ia menambahkan bahwa sejak tahun 2019 hingga kini, MM tidak pernah menerima haknya. Selama enam tahun, pihak Dinas Perhubungan tidak memberikan klarifikasi atau penyelesaian yang jelas.
“Ini bukan hanya soal uang, tapi soal keadilan bagi masyarakat kecil yang dirugikan oleh oknum pejabat,” tegasnya.
Lebih parah lagi, dana yang seharusnya diterima MM diduga diambil alih oleh seseorang berinisial JFMK, yang disebut-sebut memiliki hubungan dekat dengan oknum anggota polisi diduga ikut “mengamankan” posisi JFMK dan bahkan menerima bagian dari hasil pengalihan dana tersebut.
Warinussy menyebut dugaan keterlibatan oknum polisi dalam kasus ini sebagai indikasi penyalahgunaan kekuasaan yang serius.
“Jika benar ada aparat penegak hukum yang menerima bagian, maka ini sudah termasuk dalam kategori tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang,” ujarnya.
Sebagai langkah hukum, Warinussy menegaskan bahwa pihaknya akan segera melaporkan para oknum ASN dan aparat yang terlibat kepada Aparat Penegak Hukum (APH), baik di tingkat Kepolisian, Kejaksaan, maupun Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Langkah ini diambil untuk memastikan agar tidak ada lagi praktik-praktik semacam ini terjadi di Papua Barat.
“Kami tidak akan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Kasus ini harus diusut tuntas agar menjadi pelajaran bagi semua pihak yang mencoba bermain-main dengan uang rakyat,” pungkas Warinussy.
(Udir Saiba)












