Jerat Fakta | Manokwari, Papua Barat – Suasana malam di Asrama Mahasiswa Sorong Selatan, Manokwari, Rabu (5/11/2025), mendadak hening dan penuh haru. Di bawah cahaya lampu halaman asrama, seorang mahasiswi bernama Apia Yuliana Srefle tampil membacakan sebuah puisi berjudul “Ayah” karya Wulan Mahmud.
Acara yang berlangsung sejak pukul 18.00 hingga 20.00 WIT itu merupakan bagian dari kegiatan pembinaan asrama mahasiswa Sorong Selatan yang rutin digelar untuk mempererat kebersamaan dan menumbuhkan semangat literasi di kalangan mahasiswa.
Dengan suara lembut namun penuh penghayatan, Yuliana melantunkan setiap bait puisi dengan sangat menyentuh. Setiap kalimat yang keluar dari bibirnya terasa hidup, menggambarkan perjuangan dan kasih seorang ayah yang tak kenal lelah membanting tulang demi anak-anaknya.
Beberapa mahasiswa tampak meneteskan air mata ketika bait demi bait puisi dibacakan. “Ayah… Kau semakin menua, rambutmu memutih, tubuhmu mulai melemah. Ya Tuhan, panjangkanlah umur ayahku,” ucap Yuliana dengan suara bergetar di penghujung puisinya, membuat suasana kian emosional.
Puisi tersebut menggambarkan rasa rindu, penyesalan, dan cinta mendalam seorang anak kepada sosok ayah yang penuh pengorbanan. Melalui pembacaan ini, Yuliana seakan mengajak pendengarnya untuk merenung dan kembali menghargai perjuangan orang tua, terutama ayah, yang sering kali berjuang dalam diam.
Menurut panitia kegiatan, pembacaan puisi ini menjadi bagian dari sesi refleksi sebelum dimulainya pembinaan malam. “Kami ingin mengangkat nilai-nilai kemanusiaan dan kasih dalam keluarga. Puisi ini menjadi pengantar yang sangat menyentuh hati,” ujar salah satu pengurus asrama usai kegiatan.
Yuliana sendiri mengaku bahwa membaca puisi “Ayah” membuatnya teringat pada perjuangan orang tuanya di kampung halaman. “Saya hampir menangis di tengah pembacaan. Saya rindukan ayah saya, yang selalu sabar dan tak pernah lelah bekerja demi kami,” ungkapnya dengan mata berkaca-kaca.
Kegiatan pembacaan puisi ini diakhiri dengan tepuk tangan panjang dari seluruh peserta. Suasana hangat dan penuh keakraban pun menyelimuti halaman asrama malam itu, menandakan keberhasilan acara sederhana namun bermakna tersebut.
Malam pembacaan puisi “Ayah” menjadi bukti bahwa seni dan sastra dapat menjadi jembatan perasaan antar manusia, menghidupkan nilai-nilai kasih, pengorbanan, dan cinta keluarga di tengah kehidupan mahasiswa perantau.
(Penulis: Marten Kresefat)
Editor: Usman Nopo












