IKB-PMKJ Korwil Jabodetabek Nyatakan Sikap Tolak Proyek Strategis Nasional di Jayawijaya

Jerat Fakta | Manokwari, Papua Barat — Ikatan Keluarga Besar Pelajar dan Mahasiswa Kabupaten Jayawijaya (IKB-PMKJ) Koordinator Wilayah (Korwil) se-Jabodetabek secara resmi mengumumkan pernyataan sikap menolak pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) di wilayah Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua Pegunungan.

Pernyataan ini disampaikan dalam forum terbuka yang digelar pada Selasa (11/11/2025) di Kontrakan Honai Hubula, Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Kegiatan tersebut dihadiri oleh puluhan mahasiswa, perwakilan organisasi pemuda, dan sejumlah senior IKB-PMKJ yang datang dari berbagai wilayah di Jabodetabek.

Dalam pernyataannya, Ketua Korwil IKB-PMKJ, Dokdua Asso, menegaskan bahwa kebijakan pembangunan PSN, khususnya proyek cetak sawah seluas 2.000 hektare di lima distrik — Kurulu, Pisugi, Witawaya, Libarek, dan Piramid — sangat berpotensi mengabaikan hak-hak masyarakat adat Hubula. Menurutnya, proyek tersebut juga dapat mengancam kelestarian tanah adat dan keseimbangan lingkungan hidup di wilayah Lapago.

“Proyek ini memang mengatasnamakan pembangunan, tetapi faktanya bisa menjadi ancaman bagi identitas dan eksistensi masyarakat adat yang hidup bergantung pada tanah leluhur mereka,” ujar Dokdua Asso dengan nada tegas.

IKB-PMKJ Korwil se-Jabodetabek menilai bahwa pembangunan yang dipaksakan tanpa mempertimbangkan kondisi sosial budaya masyarakat adat justru berpotensi memunculkan konflik dan ketidakadilan baru di Tanah Papua. Oleh karena itu, mereka menuntut agar proyek PSN di Jayawijaya dihentikan sementara hingga ada kajian partisipatif yang melibatkan masyarakat adat Hubula secara langsung.

Melalui dokumen resmi yang dibacakan di hadapan peserta, IKB-PMKJ menegaskan lima poin sikap utama. Pertama, meminta Pemerintah Daerah dan Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan untuk menghentikan peran sebagai fasilitator dan tidak melanjutkan pelaksanaan PSN di Jayawijaya.

Kedua, meminta Pemerintah Pusat agar tidak memaksakan proyek strategis nasional masuk ke wilayah Jayawijaya tanpa memperhatikan konteks sosial budaya lokal. Ketiga, menolak keras pelaksanaan PSN di wilayah Lapago karena wilayah tersebut bukan tanah kosong, melainkan tanah adat yang memiliki nilai sejarah dan kehidupan masyarakat yang harus dihormati.

Keempat, IKB-PMKJ dengan tegas menolak proyek cetak sawah 2.000 hektare yang dinilai mengancam keberlanjutan tanah adat dan ruang hidup masyarakat Hubula. Kelima, mereka mengajak DPRD Jayawijaya, DPR Papua Pegunungan, DPR RI, lembaga swadaya masyarakat (LSM), serta seluruh elemen masyarakat untuk bersatu menolak proyek yang tidak berpihak pada rakyat kecil dan masyarakat adat.

Dalam kesempatan itu, Dokdua Asso juga menegaskan bahwa penolakan ini bukanlah bentuk antipati terhadap pembangunan, melainkan bentuk kepedulian terhadap masa depan masyarakat adat Hubula. “Kami tidak menolak pembangunan, tetapi menolak proyek yang menghapus kehidupan masyarakat adat. Lapago bukan tanah kosong. Jayawijaya bukan tanah kosong,” tegasnya.

Ia juga berharap agar pemerintah pusat dan daerah dapat membuka ruang dialog yang transparan dan melibatkan masyarakat adat secara langsung dalam setiap proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di Tanah Papua.

Menurut Dokdua Asso, kehadiran PSN di Jayawijaya harusnya menjadi momentum untuk membangun Papua dengan pendekatan yang berkeadilan, menghormati kearifan lokal, dan tidak menyingkirkan masyarakat adat dari ruang hidupnya sendiri.

Sikap moral dan politik yang diambil oleh IKB-PMKJ Korwil Jabodetabek ini mendapat dukungan dari sejumlah tokoh mahasiswa Papua lainnya. Mereka menilai bahwa proyek strategis nasional sering kali membawa dampak sosial dan ekologis yang berat bagi masyarakat adat, terutama ketika dilakukan tanpa konsultasi publik yang memadai.

Pernyataan sikap tersebut ditutup dengan seruan moral yang kuat:

“Tanah adalah identitas dan kehidupan.
Lapago bukan tanah kosong. Jayawijaya bukan tanah kosong.”

Dengan semangat persatuan, solidaritas, dan keadilan, IKB-PMKJ Korwil Jabodetabek berkomitmen untuk terus mengawal setiap kebijakan pembangunan agar benar-benar berpihak pada masyarakat adat Hubula dan menjaga kelestarian lingkungan hidup di Tanah Papua.

Langkah ini juga menandai semakin aktifnya generasi muda Papua dalam menyuarakan isu-isu keadilan sosial dan lingkungan, sekaligus menunjukkan bahwa pembangunan yang berkelanjutan harus dimulai dari penghormatan terhadap hak masyarakat adat.

(Penulis: Martenkresefat)

(Editor: Usman Nopo)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *