Jelang Akhir Tahun, Polemik Kontraktor Papua Mencuat Lagi di Polda Papua Barat

Jerat Fakta | MANOKWARI — Menjelang akhir tahun, pemandangan yang dinilai memalukan kembali terjadi di Manokwari. Puluhan kontraktor Papua Asli tampak mendatangi Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Papua Barat, Senin (24/11), untuk menyampaikan keluhan dan laporan terkait dugaan ketidakadilan dalam pembagian proyek pemerintah.

Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD), Yan Christian Warinussy, SH turut menyaksikan situasi tersebut. Ia mempertanyakan alasan kebiasaan serupa terus terjadi setiap tahun, terutama ketika anggaran tersisa akan ditutup.

“Ini kebiasaan buruk yang seharusnya tidak lagi terjadi,” tegasnya.

Warinussy menyebut bahwa Undang-Undang Otonomi Khusus (UU Otsus) Nomor 21 Tahun 2001, khususnya Pasal 62 ayat (1) dan (2), telah secara tegas menjamin hak Orang Asli Papua untuk memperoleh keberpihakan dalam bidang ekonomi dan pembangunan. Namun, kenyataan yang terjadi menunjukkan ketimpangan pelaksanaan.

Informasi yang diterima menyebutkan bahwa Ketua BPD Gapensi Provinsi Papua Barat, Yakub Yenu, bersama sejumlah kontraktor Papua Asli telah mengadukan empat Kepala Dinas dari Pemerintah Provinsi Papua Barat ke SPKT Polda Papua Barat. Keempat pejabat itu berasal dari Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas PUPR, dan Dinas Perhubungan Provinsi Papua Barat.

Menanggapi situasi tersebut, Inspektur Daerah Provinsi Papua Barat, Dr. Erwin P.H. Saragih, SH, MH telah melayangkan surat nomor 700/1020/TT.Prov.PB/XI/2025 tertanggal 21 November 2025. Surat itu berisi permintaan klarifikasi kepada para kepala OPD agar memberikan keterangan sesuai fakta kepada pihak Kepolisian.

Menurut Warinussy, fenomena kontraktor harus mengadu ke polisi atau bahkan melakukan aksi pemalangan jalan merupakan bentuk kegagalan tata kelola pemerintahan dalam memberikan peluang yang adil.

“Orang Papua Asli seharusnya tidak perlu memakai cara-cara seperti ini hanya untuk mendapatkan haknya,” ujarnya.

Di sisi lain, Warinussy juga menyoroti adanya oknum kontraktor yang menggunakan isu politik seperti Papua Merdeka untuk memperoleh akses prioritas proyek bernilai miliaran rupiah baik melalui APBD maupun dana APBN. Ia menyebut praktik ini sebagai bentuk penyimpangan keberpihakan yang tidak sehat dan rawan dimanfaatkan oleh kelompok tertentu.

Sebagai advokat dan pembela HAM, Warinussy mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk turun tangan memberikan perhatian pada situasi ini. Ia menegaskan, urgensi reformasi kebijakan penyaluran proyek pemerintah harus berdasarkan asas keadilan bagi Orang Papua Asli.

“Keempat Kepala Dinas itu memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk membuka akses pekerjaan bagi kontraktor Papua Asli pada akhir tahun anggaran ini,” tutup Warinussy.

(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *