Tidak Cukup Bukti Makar, Kapolres Nabire Dipuji Advokat HAM Papua

Jerat Fakta | Manokwari — Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy SH, memberikan apresiasi kepada Kapolres Nabire, AKBP Samuel Tatiratu, atas langkah hukum yang dinilai tepat dalam menangani peristiwa pengibaran Bendera Bintang Fajar (Morning Star) pada Jumat, 28 November di Nabire, Papua Tengah.

Menurutnya, tindakan tersebut mencerminkan penerapan hukum acara pidana yang sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP.

Warinussy menilai keputusan Kapolres Nabire untuk membebaskan delapan anak dan pemuda yang sempat diamankan menunjukkan pemahaman yang baik terhadap prinsip-prinsip hukum pidana, khususnya asas pembuktian dan batasan unsur tindak pidana makar.

“Langkah itu  sebagai penerapan kewenangan penyelidikan yang tepat dan berhati-hati,” kata Warinuusy. Minggu, (30/11/2025).

Ia menegaskan bahwa tindakan tersebut juga menjadi cermin pemahaman utuh terhadap KUHP lama berdasarkan UU Nomor 1 Tahun 1946, yang masa berlakunya tinggal 32 hari lagi sebelum digantikan oleh KUHP Nasional baru (UU No. 1 Tahun 2023) pada 2 Januari 2026.

“Aparat penegak hukum harus menyesuaikan langkah-langkahnya menjelang pemberlakuan sistem hukum pidana yang baru itu,” ujarnya.

Selain itu, Warinussy menilai jajaran Polres Nabire telah tepat dalam memperhatikan unsur-unsur tindak pidana makar, yang sering kali disalahgunakan atau ditafsirkan secara keliru dalam konteks Papua.

“Kasus ini, unsur makar tidak terpenuhi karena tidak adanya cukup alat bukti sebagaimana disyaratkan KUHAP,” ucapnya.

Dalam laporan penyelidikan, delapan orang yang dibebaskan masing-masing berinisial YK (17), YP (17), JG (20), MP (19), YG (21), ON (26), serta dua mahasiswi yang telah lebih dahulu dilepaskan pada hari sebelumnya.

Warinussy menyampaikan bahwa tindakan Polres Nabire sejalan dengan prinsip kemanusiaan, kehati-hatian, serta profesionalisme aparat penegak hukum.

Ia juga menyoroti bahwa langkah tersebut menunjukkan adanya perubahan pendekatan penegakan hukum yang lebih proporsional dan mendidik, khususnya dalam menghadapi tindakan anak-anak muda Papua yang kerap disalahartikan sebagai upaya makar.

“Keputusan Kapolres Nabire merupakan contoh bagaimana hukum harus berjalan berdasarkan fakta, bukan asumsi,” ujarnya.

Dengan mempertimbangkan seluruh aspek tersebut, Warinussy mengusulkan agar Kapolres Nabire AKBP Samuel Tatiratu diberikan penghargaan (reward) oleh negara, khususnya Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo.

Ia menilai keputusan tersebut patut dijadikan contoh bagi jajaran kepolisian di wilayah Papua dan Indonesia secara umum.

(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *