Jerat Fakta | Manokwari — Setiap tanggal 9 Desember, dunia memperingati Hari Anti Korupsi Sedunia (HAKORDIA) yang telah berlangsung sejak tahun 2003, bertepatan dengan penandatanganan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC) di Merida, Meksiko. Peringatan ini menjadi momentum global penting untuk meningkatkan kesadaran tentang bahaya korupsi serta mendorong tindakan konkret pemberantasan korupsi di berbagai sektor kehidupan.
Tahun 2025, HAKORDIA mengangkat tema internasional: “Mempromosikan martabat manusia dalam perjuangan melawan korupsi”. Tema ini ditegaskan melalui sembilan nilai antikorupsi, yakni jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, berani, dan adil.
Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, memanfaatkan momentum ini untuk mengetuk rasa keadilan aparat penegak hukum, khususnya Kepala Kejaksaan Tinggi Papua Barat Basuki Sukardjono, SH, MH, dan Kapolda Papua Barat Irjen Pol Johnny Eddizon Isir, SIK, MTCP.
Menurutnya, ada sejumlah hambatan substansial yang menyebabkan dua perkara korupsi besar di Teluk Bintuni terkesan tidak ditangani secara tuntas.
Kasus pertama adalah dugaan tindak pidana korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Hibah Operasional KPU Kabupaten Teluk Bintuni Tahun Anggaran 2019 serta Dana Hibah Penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Tahun 2020. Warinussy menilai proses hukum kasus ini terlihat “jalan di tempat” bahkan terkesan “dipetieskan”.
Padahal, pada 27 September 2023, Kepala Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni, Johny Artinuz Zebua, SH, MH, telah mengirim Pemberitahuan Penyidikan kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui surat Nomor: B-949/R.2.13/Fd.1/09/2023. Namun hingga kini, perkembangan penanganan kasus ini tidak menunjukkan progres signifikan.
Kasus kedua yang disoroti adalah dugaan korupsi pembangunan ruas jalan Kampung Simei – Kampung Obo, Distrik Kuri, Teluk Bintuni, Tahun Anggaran 2020. Dalam perkara ini, dua orang telah dipidana, yaitu Suradi, ST, MT dan Muchlis alias Oleng, yang divonis bersalah secara bersama-sama sesuai dakwaan subsider Penuntut Umum.
Keduanya telah dijatuhi pidana penjara selama satu tahun serta denda Rp100 juta, dengan ketentuan kurungan dua bulan jika denda tidak dibayar. Putusan tersebut menegaskan adanya kerugian nyata dalam pelaksanaan proyek jalan strategis tersebut.
Namun menurut Warinussy, masih ada satu sosok penting yang belum diproses hukum, yakni Richard Talakua, mantan Kepala Inspektorat Teluk Bintuni. Ia bahkan telah berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO), tetapi hingga kini belum berhasil ditangkap.
“Oknum RT ini diduga memiliki peran sentral dalam konstruksi perkara, namun justru masih berkeliaran bebas,” tegasnya. Rabu, (10/12/2025).
Di momentum HAKORDIA 2025 ini, Warinussy mendesak Kapolres Teluk Bintuni untuk segera mencari, menangkap, dan membawa RT ke hadapan pengadilan guna mempertanggungjawabkan perbuatannya.
“Keadilan tidak boleh berhenti di tengah jalan. Kasus ini harus dituntaskan demi kepastian hukum dan martabat masyarakat Teluk Bintuni,” ujarnya.
(Redaksi)












