Dugaan Proyek Fiktif Jalan Simei-Obo, LP3BH: Masyarakat Adat Rugi, Negara Dirugikan

Jerat Fakta | Manokwari – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, menyatakan bahwa masyarakat adat pemilik hak ulayat di Kampung Simei dan Kampung Obo, Distrik Kuri Wamesa, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat, mengalami kerugian besar akibat dugaan proyek fiktif pembangunan jalan.

Menurut Warinussy, masyarakat adat di kedua kampung tersebut telah lama mengharapkan adanya pembangunan jalan penghubung sepanjang 18 kilometer dari Kampung Simei ke Kampung Obo. Proyek ini sebelumnya direncanakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Teluk Bintuni tahun anggaran 2022.

Namun, meski anggaran telah tersedia, proyek tersebut tak kunjung dilaksanakan. “Ini jelas sebuah penghianatan terhadap aspirasi politik rakyat yang telah lama berharap pada pembangunan jalan tersebut,” ujar Warinussy saat memberikan keterangan pers di Manokwari, Senin (12/5).

Karena tak kunjung dibangun oleh pemerintah, masyarakat kemudian meminta bantuan kepada perusahaan pemegang izin logging, PT Wijaya Sentosa. Pembangunan jalan pun dilakukan secara swadaya menggunakan dana Corporate Social Responsibility (CSR) yang diperuntukkan bagi masyarakat.

Namun, ironisnya, beberapa oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemkab Teluk Bintuni justru memanfaatkan situasi tersebut. Mereka datang ke lokasi dan mengambil dokumentasi pembangunan jalan, padahal bukan mereka yang membangunnya.

“Foto-foto pembangunan jalan hasil swadaya masyarakat itu kemudian digunakan untuk mencairkan anggaran proyek di Dinas PUPR. Ini jelas perbuatan melawan hukum dan patut diduga sebagai tindakan korupsi,” tegas Warinussy.

LP3BH mencatat bahwa akibat perbuatan tersebut, negara mengalami kerugian keuangan sebesar lebih dari Rp 6,3 Miliar. Dugaan korupsi ini kini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Kelas I A Manokwari.

Terdapat dua terdakwa dalam perkara tersebut, yaitu seorang Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) berinisial S dan penyedia jasa (kontraktor) berinisial M. Namun, menurut Warinussy, fakta persidangan menunjukkan bahwa terdakwa M telah mengembalikan kerugian negara ke kas daerah melalui Bank Papua Cabang Pembantu Bintuni.

“Sayangnya, pihak lain yang diduga kuat turut terlibat, yaitu mantan Kepala Inspektorat Daerah Khusus Teluk Bintuni berinisial RT, hingga kini masih buron. Ia telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO),” jelas Warinussy.

RT diduga melarikan diri ke luar wilayah Teluk Bintuni bahkan keluar Provinsi Papua Barat. Ia juga disebut sebagai aktor penting yang memuluskan pencairan dana 100 persen untuk proyek yang diduga fiktif tersebut.

LP3BH meminta Kepolisian Resor Teluk Bintuni untuk bertindak cepat dan profesional dalam memburu dan menangkap RT.

“Tidak boleh ada pembiaran terhadap pelaku korupsi, apalagi yang merugikan masyarakat adat dan negara,” tegasnya lagi.

Warinussy juga menekankan bahwa pembangunan jalan tersebut sangat vital bagi masyarakat kampung, baik untuk akses ekonomi, pendidikan, maupun pelayanan kesehatan.

“Kami akan terus mendampingi masyarakat adat Simei-Obo dalam menuntut keadilan dan menagih tanggung jawab negara dalam proyek ini,” pungkas Warinussy.

Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa anggaran publik harus dikelola secara transparan dan akuntabel. Setiap penyimpangan harus ditindak tegas agar tidak mencederai kepercayaan rakyat.

Hingga berita ini diturunkan, LP3BH tengah menyiapkan laporan tambahan ke aparat penegak hukum dan lembaga pengawas seperti BPK RI dan KPK agar kasus ini mendapat perhatian lebih luas di tingkat nasional.

Sumber: Yan Christian Warinussy

Penulis: Redaksi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *