Jerat Fakta | Manokwari – Sidang lanjutan perkara dugaan tindak pidana narkotika dengan terdakwa Ricky Wijaya (RW) kembali digelar di Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I A pada Senin (19/5).
Dalam sidang tersebut, Penasihat Hukum terdakwa, Yan Christian Warinussy, SH, mengungkap sejumlah kejanggalan yang dinilai dapat melemahkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
RW didakwa melakukan percobaan dan permufakatan jahat untuk menjual, membeli, menjadi perantara, dan menyalahgunakan narkotika golongan I bukan tanaman jenis sabu-sabu melebihi lima gram.
Dakwaan tersebut didasarkan pada Pasal 114 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) serta Pasal 112 ayat (2) jo Pasal 132 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Selain itu, JPU juga mendakwa RW berdasarkan dakwaan kedua, yakni melakukan percobaan dan permufakatan jahat menyalahgunakan narkotika bagi diri sendiri, sebagaimana diatur dalam Pasal 127 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU Narkotika.
Namun, menurut Warinussy, JPU gagal membuktikan dakwaannya secara meyakinkan. Hal ini terbukti dalam pemeriksaan ahli bahasa, Muhammad Hussein, S.S, M.S, yang menyebut kata “solar” dalam percakapan WhatsApp RW dengan saksi Melki Yanto alias Kiki, sebagai sandi narkotika.
“Padahal, dalam kalimat itu, klien saya hanya bertanya: ‘Ki bisa dapat solar malam ini kah?’. Ini tidak bisa serta merta dimaknai sebagai transaksi narkotika,” tegas Warinussy.
Tak hanya itu, frasa “6000 dapat 5 kah?” yang muncul dalam percakapan telepon antara RW dan Kiki juga ditafsirkan sebagai indikasi transaksi sabu oleh ahli bahasa. Namun penafsiran tersebut tidak didukung data atau bukti yang sah di persidangan.
Warinussy menilai bahwa penafsiran subjektif dari ahli bahasa ini justru menjadi dasar tuduhan adanya permufakatan jahat antara RW dan Kiki.
“Padahal, tidak ada bukti konkret yang menunjukkan bahwa pembicaraan tersebut terkait sabu,” ujarnya.
Lebih lanjut, ahli forensik dari Polda Papua, Ade Jodi Hermawan, ST, dalam keterangannya menyatakan tidak menemukan bukti adanya kata-kata atau tangkapan layar (screenshot) yang dimaksud JPU dalam handphone milik RW yang telah diperiksa secara laboratorium.
Nomor resi 11LP1686818256806, yang disebut oleh saksi Kiki berasal dari RW, juga tidak ditemukan dalam ponsel terdakwa berdasarkan hasil ekstraksi data ahli forensik. Hal ini menjadi pukulan telak terhadap narasi permufakatan jahat yang dibangun oleh pihak jaksa.
“Yang paling penting, jaksa sendiri dalam persidangan mengakui bahwa barang bukti sabu seberat lima gram tidak ditemukan di tangan klien saya,” terang Warinussy lagi.
Selain itu, hasil tes urine RW saat ditahan di Polresta Manokwari menunjukkan hasil negatif dari penggunaan narkotika. Fakta ini, menurut Warinussy, memperkuat bahwa RW bukanlah pengguna, apalagi pengedar sabu-sabu.
Dengan demikian, Warinussy menegaskan bahwa kliennya hanyalah korban dari kesalahan penafsiran dan dugaan yang tidak berdasar. Ia berharap Majelis Hakim dapat menilai fakta hukum secara objektif dan adil.
“RW dan keluarganya kini hanya bersandar pada kemurahan Tuhan Yesus Kristus dan kebijaksanaan Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ketua Majelis, Helmin Somalay, SH, MH,” ujar Warinussy.
Sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa RW telah digelar pada Senin kemarin. Agenda berikutnya adalah pembacaan tuntutan JPU yang akan digelar pada Senin (26/5) mendatang.
Warinussy menyatakan akan terus memperjuangkan keadilan bagi RW yang menurutnya telah menjadi korban kriminalisasi atas dasar dugaan semata tanpa bukti kuat. Ia pun meminta agar publik mengikuti proses hukum ini secara kritis dan objektif. (Udir)