Jerat Fakta | Manokwari, — Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, baru saja menerbitkan keputusan yang kontroversial: memberikan Abolisi kepada Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan, dan Amnesti kepada Sekretaris Jenderal PDIP, dua tokoh yang tengah tersangkut dugaan tindak pidana korupsi. Langkah ini memantik reaksi keras dari berbagai kalangan hukum dan masyarakat sipil di tanah air.
Pemerintah berdalih bahwa keputusan tersebut diambil sebagai bentuk penghormatan terhadap peringatan 80 tahun Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang jatuh pada 17 Agustus 2025. Namun, banyak pihak mempertanyakan relevansi dan urgensi pemberian abolisi dan amnesti kepada dua tokoh elite nasional dalam suasana pemberantasan korupsi yang justru sedang digalakkan.
Di tengah hiruk-pikuk nasional tersebut, Yan Christian Warinussy, Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, menyampaikan kritik tajam dan seruan serius kepada Presiden Prabowo Subianto agar tidak melupakan konflik bersenjata yang masih terus berlangsung di Tanah Papua. Menurutnya, konflik tersebut telah berlangsung lebih dari lima dekade dan hingga kini tak kunjung mendapat penyelesaian damai.
“Rakyat Papua belum melihat langkah moderasi nyata dari negara dalam mengurai konflik bersenjata yang menimbulkan korban dari waktu ke waktu. Terutama di kalangan Orang Asli Papua (OAP),” tegas Warinussy. Senin, (04/08/2025).
Ia juga menyesalkan bahwa inisiatif-inisiatif damai yang pernah disuarakan oleh berbagai pihak, termasuk dari Jaringan Damai Papua (JDP), selama ini tidak pernah direspons secara serius oleh pemerintah pusat. Padahal, pendekatan dialogis menjadi opsi terbaik dibanding pendekatan militer yang cenderung melanggengkan kekerasan dan ketidakadilan.
Menurut Warinussy, para aktivis Papua Merdeka yang memilih jalan damai tanpa kekerasan, baik di forum nasional maupun internasional, seharusnya diberi ruang untuk ikut berbicara dalam desain penyelesaian konflik yang manusiawi dan berkeadilan.
Sebagai seorang Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia (HRD) di Tanah Papua, Warinussy mengusulkan agar Presiden Prabowo segera menunjuk seorang Utusan Khusus Presiden untuk Papua, yang bertanggung jawab langsung kepadanya. Langkah ini diyakini dapat membuka ruang negosiasi dan mediasi dengan para pihak yang selama ini terlibat konflik.
“Utusan Khusus Presiden itu harus independen dan kredibel, serta memiliki jalur langsung dengan Presiden dan semua pemangku kepentingan di Papua,” tegas Warinussy. Ia menilai, hanya dengan pendekatan politik tingkat tinggi seperti ini, harapan damai Papua bisa mulai dibangun kembali secara konkret.
Warinussy menutup pernyataannya dengan menyerukan kepada Presiden Prabowo Subianto untuk memprioritaskan penyelesaian damai konflik bersenjata di Papua, sebagai warisan kepemimpinan yang berpihak pada keadilan dan kemanusiaan di tahun ke-80 Indonesia merdeka.
(Udir Saiba)