Ahli Ungkap Kekeliruan Dakwaan Jaksa dalam Kasus PUPR Papua Barat

Jerat Fakta | Manokwari, Papua Barat Sidang lanjutan perkara pidana korupsi pada proyek peningkatan jalan Mogoy-Merdey di Kabupaten Teluk Bintuni kembali digelar di Pengadilan Negeri Manokwari Kelas I A, Senin (4/8/2025). Agenda sidang kali ini melibatkan dua terdakwa, yakni Beatrick S.A. Baransano dan Naomi Kararbo, dalam dua perkara terpisah, masing-masing dengan nomor 17/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Mnk dan 18/Pid.Sus-TPK/2025/PN.Mnk.

Sidang yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Helmin Somalay, SH, MH ini beragendakan pemeriksaan ahli yang diajukan oleh penasihat hukum kedua terdakwa, Advokat Yan Christian Warinussy. Setelah pemeriksaan ahli, sidang dilanjutkan dengan pemeriksaan terhadap para terdakwa.

Penasihat hukum mengajukan seorang ahli dari kalangan profesional, yakni pensiunan Auditor Madya dari Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), Drs. Yohanes Manuputty. Dalam keterangannya, ahli menyatakan bahwa kedua terdakwa tidak semestinya dimintai pertanggungjawaban pidana.

Menurut Manuputty, Beatrick Baransano yang menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Keuangan dan Naomi Kararbo sebagai Bendahara Pengeluaran bukanlah pejabat pengadaan barang dan jasa, sehingga tidak memiliki kewenangan atau tanggung jawab dalam memverifikasi bobot fisik pekerjaan di lapangan.

“Berdasarkan Permendagri No. 77 Tahun 2020, SPP-LS disusun berdasarkan dokumen pengadaan seperti berita acara kemajuan pekerjaan. Bendahara dan Kasubag Keuangan tidak harus mengecek langsung ke lapangan,” jelas Manuputty di depan persidangan.

Ia menambahkan bahwa Kepala Sub Bagian Keuangan hanya memverifikasi kelengkapan dokumen administrasi dan bukan keabsahan atau kebenaran fisik dari proyek. Oleh karena itu, menurutnya, jika ada perbedaan antara dokumen dan kondisi lapangan, bukan tanggung jawab keuangan internal.

Ketika ditanya tentang dakwaan JPU yang menyatakan Baransano melakukan perbuatan melawan hukum karena mencairkan pembayaran 100% atas pekerjaan yang belum selesai, ahli menegaskan bahwa dakwaan tersebut keliru. Tidak ada hubungan sebab-akibat langsung antara Baransano dan kerugian negara yang terjadi.

“Kerugian negara sebesar Rp7,3 miliar tidak disebabkan oleh perbuatan Kasubag Keuangan. Tanggung jawab tersebut ada pada pihak yang membuat dan menyetujui berita acara kemajuan pekerjaan,” ujar Manuputty dengan tegas.

Sementara itu, terkait peran Naomi Kararbo, ahli juga memberikan penjelasan bahwa bendahara pengeluaran hanya bertugas menyalurkan dana berdasarkan dokumen sah yang diserahkan penyedia jasa dan diketahui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

“Bendahara pengeluaran tidak bertugas meninjau lapangan. Tugasnya administratif sesuai dokumen. Jika dokumen lengkap dan sah, maka pembayaran bisa dilakukan,” lanjut Manuputty.

Ahli menyebut bahwa bendahara hanya bisa menolak pembayaran apabila terkait dengan dana Uang Persediaan (UP), bukan dengan pengajuan pembayaran langsung kepada penyedia barang/jasa melalui SPP-LS.

Dalam sidang tersebut, turut diperiksa pula tiga terdakwa lainnya, yakni Najamuddin Bennu, Daud, dan Adi Kalalembang. Mereka juga memberikan keterangan dalam kapasitas sebagai saksi maupun terdakwa pada perkara yang ditangani secara terpisah.

Terdakwa Baransano dan Kararbo dalam keterangannya di depan majelis hakim menyatakan bahwa seluruh tindakan yang mereka lakukan telah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi mereka di Dinas PUPR Papua Barat.

Mereka juga membantah telah menerima uang atau gratifikasi dalam bentuk apapun, baik dari atasan mereka maupun dari pihak penyedia jasa, CV Gelora Bintang Timur, maupun konsultan pengawas proyek.

“Kami hanya memproses dokumen sesuai peraturan. Tidak ada perintah untuk memalsukan dokumen atau mempercepat pencairan dana,” ujar Naomi Kararbo saat memberikan kesaksian.

Sidang yang berlangsung hingga pukul 23.10 WIT tersebut ditutup oleh Ketua Majelis dan akan dilanjutkan kembali pada Senin, 11 Agustus 2025, dengan agenda pembacaan surat tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Teluk Bintuni.

Sidang ini menjadi sorotan publik karena menyangkut proyek strategis yang didanai oleh APBD dan telah menimbulkan kerugian negara dalam jumlah besar. Kejelasan peran masing-masing pihak dalam perkara ini menjadi penting untuk membedakan antara kesalahan administrasi dan perbuatan pidana.

Penasihat hukum kedua terdakwa, Yan Christian Warinussy, menegaskan bahwa dirinya akan terus mengawal proses hukum ini agar transparan dan adil. Ia berharap pengadilan dapat mempertimbangkan keterangan ahli sebagai dasar meringankan putusan terhadap kliennya.

“Perkara ini harus dipisahkan secara jernih antara tanggung jawab teknis dan administratif. Jangan sampai yang tidak bersalah menjadi korban hukum,” pungkas Warinussy usai sidang.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *