Percakapan WA dengan Pejabat Jadi Barang Bukti, Kuasa Hukum LRW Angkat Bicara

Jerat Fakta | Manokwari – Advokat sekaligus Pembela Hak Asasi Manusia (Human Rights Defender/HRD), Yan Christian Warinussy, SH, angkat bicara terkait status hukum kliennya, Loela Riska Warikar (LRW), yang kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Satuan Reserse Kriminal (Satreskrim) Polresta Manokwari.

Menurut Warinussy, LRW telah resmi dimasukkan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sesuai Laporan Polisi Nomor: LP/B/567/X/2024/SPKT/Polresta Manokwari/Polda Papua Barat tertanggal 7 Oktober 2024. Status tersebut menuai pertanyaan dari pihaknya yang menilai proses hukum perlu diuji secara yuridis.

“Klien saya sudah berstatus tersangka dan namanya masuk dalam DPO. Namun kami menilai ada hal-hal yang perlu diuji di pengadilan terkait penetapan tersebut,” kata Warinussy kepada wartawan, Jumat (15/8).

Ia mengungkapkan bahwa LRW telah menyerahkan telepon genggam miliknya kepada penyidik sebagai barang bukti. Ponsel tersebut diduga menyimpan percakapan antara LRW dan seorang pejabat tinggi di Kabupaten Manokwari.

Berdasarkan keterangan kliennya, percakapan tersebut dilakukan melalui WhatsApp dan video call sejak tahun 2018 hingga Desember 2023. Percakapan ini, tegas Warinussy, bukan merupakan bentuk hubungan terlarang, melainkan hanya obrolan bersifat curahan hati (curhat).

“Klien saya secara tegas menyangkal bahwa dirinya adalah wanita idaman lain dari pejabat tersebut. Bahkan, komunikasi pertama justru berasal dari sang pejabat yang menghubungi LRW terlebih dahulu,” ujar Warinussy.

Ia menambahkan, intensitas komunikasi yang terjalin selama lima tahun itu tidak pernah bermakna hubungan spesial. “Kami tidak bisa membuka isi percakapan secara rinci karena itu sudah menjadi barang bukti penyidik. Namun yang jelas, konteksnya bukan hubungan pribadi seperti yang dituduhkan,” katanya.

Warinussy juga menekankan bahwa secara etis, pihaknya tidak akan membocorkan materi percakapan kepada publik sebelum digunakan di proses peradilan. Ia mengingatkan bahwa setiap orang berhak atas perlindungan nama baik dan privasi, termasuk kliennya.

Pihaknya kini tengah menyiapkan langkah hukum untuk menguji penetapan tersangka LRW di pengadilan. Uji materi ini, menurutnya, penting untuk memastikan bahwa proses penetapan status tersangka telah dilakukan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

“Kami akan segera melakukan upaya hukum, karena dalam prinsip negara hukum, setiap penetapan status tersangka harus berdasarkan bukti yang cukup, prosedur yang sah, dan tidak melanggar hak asasi manusia,” jelasnya.

Sebagai advokat dan HRD, Warinussy juga mengingatkan aparat penegak hukum untuk menjunjung asas praduga tak bersalah. Ia menilai bahwa stigmatisasi terhadap kliennya di ruang publik sebelum ada putusan pengadilan adalah bentuk pelanggaran terhadap prinsip tersebut.

“Perkara ini akan kami kawal sampai tuntas. Keadilan bagi klien saya harus ditegakkan, dan kami percaya pengadilan adalah forum yang tepat untuk membuktikan duduk perkara yang sebenarnya,” tutup Warinussy.

(Udir Saiba)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *