Papua Tanah Damai, JDP Tekankan Pentingnya Rekonsiliasi dan Pengadilan HAM

Jerat Fakta | Manokwari – Jaringan Damai Papua (JDP) menegaskan kembali komitmennya untuk terus terlibat dalam upaya membangun Papua Tanah Damai (PTD).

Dalam pernyataannya, Juru Bicara JDP, Yan Christian Warinuusy SH, menyoroti kondisi sosial yang berkembang di Tanah Papua dan Indonesia saat ini, sekaligus memberikan catatan penting mengenai gagasan dasar penyelesaian konflik yang telah berlangsung lebih dari lima dekade.

Jubir JDP mengingatkan bahwa Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) melalui hasil risetnya pernah memetakan empat akar masalah di Papua. Pertama, masalah marjinalisasi dan diskriminasi terhadap Orang Asli Papua (OAP) akibat pembangunan ekonomi, konflik politik, serta migrasi massal sejak tahun 1970-an. Solusi yang ditawarkan adalah kebijakan afirmatif untuk pemberdayaan OAP.

Akar masalah kedua, menurut riset LIPI, adalah kegagalan pembangunan, khususnya di sektor pendidikan, kesehatan, dan ekonomi rakyat. Paradigma pembangunan baru yang fokus pada pelayanan publik dinilai menjadi solusi penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat asli Papua di kampung-kampung.

Masalah ketiga adalah kontradiksi sejarah dan konstruksi identitas politik antara Papua dan Jakarta. JDP menilai, persoalan ini hanya bisa diselesaikan dengan dialog setara, sebagaimana yang pernah dilakukan pemerintah dalam penyelesaian konflik di Aceh.

Isu keempat, lanjut JDP, adalah pertanggungjawaban atas kekerasan negara di masa lalu. Mekanisme penyelesaian dapat ditempuh melalui pembentukan Pengadilan HAM maupun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang diamanatkan dalam Pasal 46 UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.

Namun, JDP menilai hingga kini penyelesaian terhadap dua isu terakhir, yaitu kontradiksi sejarah serta kekerasan negara, masih belum terlihat jelas.

“Karena itu, JDP mendesak Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, untuk segera mengimplementasikan langkah konkret terkait penyelesaian kedua masalah tersebut,” kata Jubir JDP.

Menurut JDP, pembentukan KKR dan pendirian Pengadilan HAM di Tanah Papua merupakan agenda mendesak.

“Dua instrumen hukum ini dipandang penting demi penegakan keadilan dan pengungkapan kebenaran bagi keluarga korban maupun masyarakat Papua secara luas,” ujar Warinuusy.

Selain itu, JDP juga mendorong agar pemerintah mulai mempersiapkan pelaksanaan dialog Papua–Jakarta pada akhir 2025 atau awal 2026. Dialog tersebut dinilai sangat urgen sebagai jalan damai untuk merajut kembali hubungan Papua dengan pemerintah pusat.

Akhirnya, JDP menekankan pentingnya evaluasi total terhadap pelaksanaan kebijakan otonomi khusus di Tanah Papua.

Evaluasi ini diharapkan dapat menjadi peta jalan baru penyelesaian konflik yang telah berlarut lebih dari 50 tahun, sekaligus membuka ruang rekonsiliasi menuju Papua Tanah Damai,” pungkasnya.

(Udir Saiba)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *