Yan Christian Warinussy: Klien Kami Hanya Antar Surat, Kok Bisa Dituduh Makar?

Jerat Fakta | Makassar,  – Kuasa hukum Yan Christian Warinussy, SH menyampaikan bahwa pihaknya tidak kaget dengan putusan dua majelis hakim yang menolak eksepsi atau keberatan dari empat terdakwa perkara makar di Papua.

Menurut Warinussy, putusan semacam ini sudah menjadi “kebiasaan” dalam persidangan kasus makar di Tanah Papua. Hampir setiap kali terdakwa maupun penasihat hukumnya mengajukan eksepsi, hasilnya selalu dinyatakan tidak dapat diterima atau ditolak.

Padahal, lanjutnya, dasar hukum pengajuan eksepsi telah diatur secara jelas dalam Pasal 143 dan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). “Hakim seharusnya mempertimbangkan hal ini,” tegas Warinussy.

Penyampaian eksepsi, tambahnya, bukan sekadar formalitas hukum, tetapi juga merupakan “opening statement” yang memperlihatkan adanya masalah serius dalam penegakan hukum di Papua.

Keempat klien Warinussy, yakni Abraham Goram Gaman, Piter Robaha, Nikson Mai, dan Maksi Sangkek, dituduh terlibat permufakatan jahat untuk melakukan makar. Padahal, menurut tim hukum, mereka hanya menjalankan tugas mengantarkan surat atas perintah Forkorus Yaboisembut, Presiden Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB).

“Klien kami sama sekali tidak terlibat dalam permufakatan jahat untuk mendirikan negara atau merongrong kekuasaan yang sah. Mereka hanya kurir surat,” ujar Warinussy. Rabu, (24/09/2025).

Namun, Jaksa Penuntut Umum tetap mendakwa mereka melanggar Pasal 106 dan Pasal 110 KUHP dengan ancaman pidana seumur hidup. Situasi ini dinilai sangat tragis dan menyedihkan bagi masyarakat Papua yang hidup dalam negara demokrasi terbesar keempat di dunia.

Warinsussy menilai, tindakan rakyat Papua yang menuntut hak-hak dasar mereka seringkali dicap sebagai makar. “Stempel makar ini sudah seperti pola tetap. Setiap ekspresi politik atau perlawanan sipil di Papua selalu diarahkan ke tuduhan makar,” katanya.

Sebagai bentuk tanggung jawab profesional, Tim Advokasi Keadilan untuk Rakyat Papua dari LP3BH Manokwari akan tetap mendampingi keempat terdakwa. Hal ini sesuai amanat Pasal 54, Pasal 55, dan Pasal 56 KUHAP yang menjamin hak setiap terdakwa untuk memperoleh bantuan hukum.

Saat ini, keempat terdakwa sedang menjalani penahanan sementara di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Makassar. Kondisi mereka disebut cukup stabil, meski menghadapi tekanan psikologis akibat ancaman hukuman yang berat.

Agenda persidangan berikutnya dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 30 September 2025 dan Kamis, 2 Oktober 2025 di Pengadilan Negeri Makassar Kelas IA Khusus. Sidang akan menghadirkan saksi-saksi yang memberatkan, yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Sorong.

“Apapun tantangannya, kami akan terus membela klien kami dan menunjukkan bahwa mereka hanyalah korban dari proses hukum yang tidak adil,” pungkas Warinussy.

(Udir Saiba)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *