KNPB Mnukwar Gelar Diskusi Publik Peringati Roma Agreement 1962

Jerat Fakta |Manokwari, Papua Barat – Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Wilayah Mnukwar menggelar diskusi publik bertepatan dengan peringatan Roma Agreement 1962. Diskusi tersebut berlangsung di Amban, Manokwari, pada Selasa (30/9/2025) tepat pukul 17.00 WIT. Dalam forum tersebut, KNPB Mnukwar mengulas kembali isi perjanjian yang dianggap merugikan rakyat Papua.

Melalui pesan yang diterima Jerat Fakta, panitia diskusi menjelaskan bahwa Roma Agreement 1962 merupakan kelanjutan dari New York Agreement 15 Agustus 1962. Kedua perjanjian tersebut ditandatangani tanpa keterlibatan wakil rakyat Papua, padahal menyangkut keberlangsungan hidup masyarakat di tanah Papua.

Roma Agreement yang ditandatangani Indonesia, Belanda, dan Amerika Serikat dinilai kontroversial. Perjanjian itu berisi 29 pasal yang mengatur, antara lain, mekanisme penentuan nasib sendiri (pasal 14–21) berdasarkan prinsip internasional one man one vote. Selain itu, pasal 12–13 mengatur tentang transfer administrasi dari PBB melalui UNTEA kepada Indonesia.

Menurut KNPB Mnukwar, sejak penyerahan kekuasaan dari Belanda kepada Indonesia melalui UNTEA pada 1 Mei 1963, rakyat Papua justru menghadapi berbagai operasi militer. Ironisnya, sebelum proses Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) 1969 dilakukan, pemerintah Indonesia telah menandatangani kontrak pertama dengan PT Freeport pada 7 April 1967.

“Dari total 809.337 orang Papua yang memiliki hak suara, hanya 1.025 orang yang dikarantina dan dipilih untuk mewakili, bahkan hanya 175 orang yang benar-benar menyampaikan pendapat. Proses itu penuh teror, intimidasi, manipulasi, dan pelanggaran HAM,” demikian pernyataan KNPB Mnukwar dalam diskusi.

Situasi politik Papua pasca-PEPERA hingga era reformasi dinilai tak banyak berubah. Menurut KNPB, rakyat Papua terus mengalami intimidasi, penahanan, penembakan, pembunuhan, serta eksploitasi sumber daya alam tanpa persetujuan masyarakat. Otonomi Khusus (Otsus) dan Daerah Otonomi Baru (DOB) disebut hanya sebagai “gula-gula manis” tanpa memberikan kedamaian bagi rakyat Papua.

Di akhir diskusi, KNPB Mnukwar menyatakan sikap resmi: menolak Roma Agreement 1962 dan New York Agreement 1962, menolak Pepera 1969 yang dianggap ilegal, mendesak referendum Papua sebagai solusi demokratis, menuntut penghentian operasi militer di seluruh tanah Papua, mendesak PBB menuntaskan pelanggaran HAM, serta meminta pembebasan tanpa syarat seluruh tahanan politik Papua.

(Marten Srekrefat)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *