Jerat Fakta | Sorong Selatan, Papua Barat Daya — Komunitas Slow Bailow Sub Suku Srer menggelar rapat evaluasi badan pengurus pada Selasa (7/10/2025) bertempat di kediaman Ketua Komunitas, Darius Sreifi, di Sorong Selatan. Rapat berlangsung dari pukul 13.00 hingga 14.00 WIT dan dihadiri sejumlah pengurus komunitas.
Dalam rapat tersebut, para peserta membahas sejumlah isu yang dinilai berpotensi merugikan masyarakat adat, terutama terkait program Strategis Nasional (PSN) yang menyasar pengelolaan pangan padi di wilayah adat mereka.
Ketua Komunitas Slow Bailow, Darius Sreifi, dalam wawancaranya dengan media Jerat Fakta melalui pesan WhatsApp, menyampaikan apresiasinya kepada seluruh pengurus yang hadir. Ia menegaskan bahwa rapat ini menjadi langkah penting untuk memperkuat sikap masyarakat adat dalam menghadapi kebijakan pemerintah yang dianggap mengancam eksistensi mereka.
“Kami anak muda adat Komunitas Slow Bailow dan seluruh masyarakat adat sub suku Srer dengan tegas menolak program PSN pangan padi, karena wilayah kami kembali menjadi sasaran pemerintah pusat dan provinsi,” tegas Darius.
Ia menjelaskan bahwa masyarakat adat Srer masih sangat bergantung pada hutan adat sebagai sumber kehidupan. Kehadiran program nasional yang membuka lahan besar-besaran dinilai dapat menghancurkan ekosistem hutan serta mengancam kelestarian flora, fauna, dan budaya lokal.
Menurut Darius, pembukaan lahan untuk proyek strategis akan menyebabkan perampasan sumber daya alam dan hilangnya ruang hidup masyarakat adat. “Jika hutan kami dirusak, maka kami kehilangan dapur kami. Hutan adalah sumber hidup kami,” ujarnya.
Komunitas Slow Bailow menilai bahwa pembangunan yang dihadirkan pemerintah belum menyentuh kebutuhan dasar masyarakat adat. Mereka meminta agar pemerintah lebih fokus pada pendidikan dan kesehatan, bukan proyek yang berpotensi menggusur tanah adat.
Dalam pernyataannya, Darius menegaskan bahwa tanah adat Srer bukan tanah kosong, melainkan wilayah yang memiliki pemilik sah dan nilai kehidupan yang tinggi. Ia juga menambahkan bahwa tanah adat Knasaimons pun bukan lahan bebas, melainkan milik masyarakat adat yang harus dilindungi dari intervensi luar.
Di akhir pertemuan, para peserta rapat menyerukan semangat perjuangan dengan pekikan, “Hidup pemuda adat! Hidup masyarakat adat!”, sebagai simbol tekad mereka menjaga tanah, hutan, dan identitas adat Srer dari ancaman eksploitasi.
(Marten Kresefat )












