Jerat Fakta | Manokwari – Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, meminta masyarakat Papua agar tidak mudah terprovokasi dengan beredarnya surat berkop Pemerintah Sementara (ULMWP) Negara Bagian Doberay yang berjudul “Negara Bangsa Papua Siang Kembali Kepada General Assembly”. Surat tersebut berisi 30 poin pernyataan yang dinilai menyesatkan dan tidak memiliki dasar hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Surat itu diketahui ditandatangani oleh Markus Gebze selaku Juru Bicara GR-PWP dan Markus Yenu sebagai Gubernur Negara Bagian Doberay.
Menurut Warinussy, seluruh isi surat tersebut tidak mengandung referensi hukum yang sah, bahkan cenderung berisi kebohongan publik yang berpotensi memecah belah dan memprovokasi masyarakat Papua.
“Salah satu contoh disebutkan dalam poin ke-16 yang menyatakan bahwa “Dewan Gereja Dunia (DGD) telah menetapkan referendum bagi West Papua dan kunjungan PBB ke West Papua.” Menurut Warinussy, klaim tersebut tidak benar dan tidak mendasar, karena Dewan Gereja Dunia tidak memiliki kewenangan politik maupun hukum internasional untuk menetapkan referendum bagi wilayah mana pun,” kata Warinuusy. Jumat, (07/11/2025).
Lebih lanjut, dalam poin ke-27, surat itu juga menyebutkan bahwa “Pengadilan Hukum dan HAM Internasional tanggal 5–10 November 2025 akan memutuskan kosongkan Pemerintah Republik Indonesia di Tanah Papua.” .
Warinussy menegaskan bahwa informasi ini merupakan kebohongan besar, karena pengadilan internasional semacam itu tidak pernah dibentuk oleh lembaga resmi mana pun.
“Keputusan seperti itu hanya bisa muncul melalui resolusi resmi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), bukan dari kelompok tidak diakui secara hukum,” tegasnya.
Ia juga menyoroti poin ke-30 dalam surat tersebut yang berisi ajakan agar isi surat dibagikan ke seluruh keturunan dan suku bangsa untuk didoakan. Warinussy menyebut hal ini sebagai bentuk penyesatan spiritual dan sosial yang dapat membahayakan kesatuan masyarakat Papua.
“Ini cara halus untuk menanamkan provokasi melalui bahasa agama,” ujarnya.
Sebagai lembaga yang fokus pada advokasi hukum, hak asasi manusia, dan pendidikan hukum kritis, LP3BH Manokwari menilai perlu memberikan klarifikasi publik agar masyarakat tidak terjebak dalam propaganda politik yang tidak bertanggung jawab.
Warinussy menegaskan bahwa Papua membutuhkan ketenangan, pendidikan hukum, dan kesadaran politik yang sehat, bukan manipulasi informasi yang menyesatkan.
Di akhir pernyataannya, Warinussy menegaskan bahwa tanggapan LP3BH ini merupakan bagian dari strategi kontra-spionase di Tanah Papua, termasuk di wilayah Tanah Doreh, Papua Barat.
“Kami tidak ingin rakyat Papua kembali dikorbankan oleh kepentingan politik pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” tutupnya.
(Redaksi)












