Jerat Fakta | MANOKWARI — Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH, kembali mempertanyakan perkembangan penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam tubuh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Teluk Bintuni.
Pertanyaan tersebut ia tujukan langsung kepada Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) terkait surat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Teluk Bintuni Nomor: B-949/R.2.13/Fd.1/09/2023, tertanggal 27 September 2023.
Menurutnya, surat tersebut merupakan pemberitahuan resmi tentang penyidikan terkait dugaan korupsi penyalahgunaan dana bantuan hibah kegiatan operasional KPU Teluk Bintuni Tahun Anggaran 2019, serta dana hibah penyelenggaraan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Teluk Bintuni Tahun 2020.
“Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) itu dikirim oleh Kajari Teluk Bintuni kepada Ketua KPK RI sebagai bentuk pelaporan awal,” ujarnya kepada wartawan. Senin, (17/11/2025).
Warinussy, sebagai advokat dan pembela Hak Asasi Manusia (HAM) di Tanah Papua, menegaskan perlunya pengawasan dan supervisi KPK terhadap kinerja Kajari Teluk Bintuni.
“SPDP yang ditandatangani secara elektronik oleh mantan Kajari Teluk Bintuni, Johny Artinuz Zebua, SH, MH, seharusnya menjadi dasar kuat untuk penegakan hukum yang transparan dan progresif,” kata Warinuusy.
Namun, kata Warinuusy hingga kini ia menilai tidak ada perkembangan signifikan dalam penanganan kasus tersebut.
“Proses penegakan hukum terkait dugaan korupsi dana hibah KPU TA 2019 dan 2020 itu justru terkesan sengaja “dipetieskan” oleh pejabat Kejari Teluk Bintuni. Situasi ini, lanjutnya, seolah mendapat “pembenaran diam-diam” dari pimpinan Kejaksaan Tinggi Papua Barat,” ujar Warinuusy.
Ia menyayangkan sikap pasif aparat penegak hukum tersebut, padahal indikasi kerugian negara dalam kasus ini dinilai sangat besar.
“Dana hibah yang seharusnya digunakan untuk operasional penyelenggaraan pemilu diduga kuat tidak dipertanggungjawabkan secara benar dan telah menjadi konsumsi publik di wilayah itu,” katanya.
Warinussy juga menyoroti dampak luas dari mandeknya proses penegakan hukum tersebut. Ia mengungkapkan bahwa masyarakat Teluk Bintuni kini merasakan imbas sosial, ekonomi, dan politik yang semakin “lesu darah” akibat dugaan penyalahgunaan anggaran yang tak kunjung diselesaikan secara hukum.
Melalui pernyataan resminya, Warinussy mendesak KPK RI untuk turun tangan memastikan penanganan kasus ini berjalan sesuai ketentuan hukum dan tidak dibiarkan berlarut-larut.
“Saya menegaskan bahwa kepastian hukum merupakan kunci menjaga stabilitas serta kepercayaan masyarakat terhadap lembaga negara, khususnya dalam konteks penyelenggaraan pemilu dan pemerintahan daerah,” pungkasnya.
Sumber: LP3BH












