Vonis Makar PN Makassar Jadi Penanda Akhir Riwayat KUHP 1946

Jerat Fakta | Makassar – Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari, Yan Christian Warinussy, SH selaku kuasa hukum memberikan tanggapan atas vonis pidana makar yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar Kelas I A Khusus pada Rabu (19/11) terhadap empat terdakwa: Penatua Abraham Goram Gaman, Penatua Piter Robaha, Nikson May, dan Gembala Maksi Sangkek.

Menurutnya, putusan tersebut merupakan salah satu vonis bersejarah yang dijatuhkan jelang berakhirnya riwayat berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) 1946.

“Keempat terdakwa dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana makar sebagaimana diatur dalam Pasal 106 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sesuai dakwaan kedua Jaksa Penuntut Umum (JPU). Vonis tersebut sekaligus menutup rangkaian panjang proses persidangan yang telah berlangsung sejak Agustus 2025 dan menjadi penanda berakhirnya perjalanan hukum bagi para klien LP3BH Manokwari tersebut,” kata Warinuusy.

Warinussy menjelaskan bahwa putusan ini sekaligus menjadi gambaran awal mengenai penegakan hukum makar menjelang berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP yang baru.

“Pasal 192 KUHP Baru yang mengatur tindak pidana makar disebutnya tidak jauh berbeda dengan Pasal 106 KUHP lama, sehingga ancaman kriminalisasi terhadap ekspresi politik di Tanah Papua berpotensi tetap berlangsung,” ujarnya.

Menurutnya, berbagai bentuk penyampaian pendapat di muka umum yang mengandung kritik, koreksi, ataupun ajakan dialog dengan menggunakan simbol-simbol seperti atribusi Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB), sangat berpotensi dikategorikan sebagai tindakan makar.

Ia mengingatkan bahwa kecenderungan ini dapat semakin meningkat seiring dengan penegakan KUHP Baru oleh aparat penegak hukum.

Karena itu, LP3BH Manokwari menilai bahwa putusan ini harus menjadi peringatan bagi berbagai elemen perjuangan rakyat Papua agar lebih berhati-hati dalam menyampaikan aspirasi politik mereka.

Warinussy menekankan pentingnya strategi yang cermat dan berbasis hukum dalam menjalankan hak menyampaikan pendapat sebagaimana dijamin Pasal 28 UUD 1945.

Pihaknya menegaskan bahwa LP3BH Manokwari akan terus mengawal dinamika hukum di Tanah Papua sekaligus memastikan bahwa masyarakat memahami batasan-batasan hukum yang berlaku.

“Hal ini mencakup sosialisasi mengenai ketentuan yang mengatur kebebasan berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pendapat di muka umum, serta perkembangan Hukum Pidana Nasional,” jelasnya.

Sebagai penutup, Warinussy menyatakan bahwa lembaganya akan terus mendampingi keluarga para terdakwa dan memastikan setiap proses hukum berjalan sesuai prinsip keadilan, legalitas, dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.

“Kami menegaskan bahwa putusan ini menjadi batu uji penting dalam relasi antara negara dan ruang ekspresi politik rakyat Papua ke depan,” pungkasnya.

Sumber: LP3BH 

Editor: Usman Nopo 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *