LP3BH Desak Investigasi Kasus Dugaan Intimidasi Aktivis KNPB di Sentani

Suara Jurnalis | Manokwari – Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari kembali menyoroti dugaan pelanggaran hak asasi manusia di Tanah Papua. Pada Sabtu (6/12), Direktur Eksekutif LP3BH, Yan Christian Warinussy SH, menyampaikan bahwa pihaknya menerima informasi terkait dugaan intimidasi serta penganiayaan terhadap sejumlah aktivis Komite Nasional Papua Barat (KNPB) dan warga sipil di Lapangan Matoa, Sentani, Kabupaten Jayapura.

Menurut informasi awal yang diterima, sedikitnya tujuh aktivis KNPB dilaporkan mengalami luka-luka yang diduga kuat akibat tindakan kekerasan oleh aparat keamanan Polres Jayapura.

Selain itu, enam orang lainnya disebut telah “diamankan” atau ditangkap oleh anggota Polri dalam peristiwa tersebut. Hingga kini, kondisi maupun alasan penangkapan mereka belum dijelaskan secara resmi.

Peristiwa ini berawal ketika sekelompok warga sipil berkumpul di Lapangan Matoa Sentani dengan tujuan mengikuti perayaan Hari Ulang Tahun United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), yang jatuh pada 6 Desember 2025.

Acara tersebut sedianya berlangsung secara damai, namun situasi berubah menjadi tegang setelah diduga terjadi tindakan represif oleh aparat keamanan.

Belum diketahui secara pasti apa yang memicu dugaan tindakan penganiayaan tersebut. LP3BH Manokwari menilai bahwa situasi ini berpotensi mencederai prinsip hukum dan hak asasi manusia yang berlaku secara nasional maupun internasional.

“Kami belum memperoleh klarifikasi yang jelas mengenai alasan tindakan tersebut, namun dugaan adanya kekerasan terhadap warga sipil adalah isu yang sangat serius,” ujar Yan Christian Warinussy.

Dalam pernyataannya, Warinussy menegaskan pentingnya menghormati hak-hak dasar warga negara, terutama terkait kebebasan berpendapat dan berekspresi. .

“Kebebasan berpendapat dan mengemukakan ekspresi dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945. Setiap warga negara berhak untuk berkumpul dan berserikat tanpa intimidasi,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan bahwa perayaan HUT ULMWP, sebagai bentuk ekspresi politik dan budaya, seharusnya dilindungi oleh hukum. Menurutnya, pemerintah dan aparat keamanan memiliki kewajiban untuk memastikan tidak ada tindakan represif yang melanggar hak-hak sipil.

“Pasal 28 UUD 1945 juga menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul. Ini harus dihormati oleh semua pihak, termasuk aparat keamanan,” tambahnya.

LP3BH menyerukan kepada Kapolres Jayapura dan Kapolda Papua untuk memberikan perlindungan hukum kepada enam warga sipil dan aktivis KNPB yang saat ini sedang diamankan oleh aparat.

“Status hukum mereka harus jelas dan tidak boleh dibiarkan menggantung. Perlindungan hukum adalah kewajiban negara,” kata Warinussy dalam keterangannya.

Selain itu, LP3BH mendorong penggunaan pendekatan restorative justice dalam menangani kasus ini, agar proses hukum dapat berjalan tanpa mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Pendekatan hukum yang lebih humanis dianggap penting untuk mencegah meningkatnya ketegangan di masyarakat.

“Kami berharap aparat mampu merenungkan penerapan restorative justice demi menjunjung tinggi martabat manusia,” ujarnya.

LP3BH Manokwari memastikan akan mengawal kasus ini hingga tuntas. Warinussy menegaskan bahwa pihaknya akan terus memantau perkembangan proses hukum dan mendorong penanganan yang transparan, akuntabel, serta sesuai standar hak asasi manusia yang berlaku secara universal.

(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *