Foto Istimewa: Pelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob
Jerat Fakta | Jakarta – Pelaksana Tugas Bupati Mimika, Johannes Rettob, bisa terkena sanksi diskualifikasi, karena melakukan mutasi pejabat secara diam-diam untuk memuluskan kepentingannya maju sebagai calon Bupati Mimika, tanpa persetujuan Kementerian Dalam Negeri.
Atas mutasi yang dilakukan secara ilegal ini, Kementrian Dalam Negeri secara tegas melakukan respon dengan menyurati Pj Gubernur Papua Tengah, Ribka Haluk untuk melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan daerah di Kabupaten Mimika, terlebih khusus pada bidang Kepegawaian.
Salinan surat sakti Mendagri yang diterima awak media, Sabtu 24 Agustus 2024, ditandatangani Plh Dirjen Otda Komjen Pol. Drs Tomsi Tohir M.Si atas nama Menteri Dalam Negeri.
Surat itu dikeluarkan pada tanggal 22 Agustus 2024 di Jakarta, dengan nomor: 000.2.2.6/6441/OTDA, ditujukan kepada Pj Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk, dimana klasifikasi surat tersebut bersifat penting dan segera.
Kemendagri dalam suratnya, menjabarkan bahwa kebijakan Plt Bupati Mimika Johanes Rettob yang melakukan pemberhentian pejabat administrasi dilingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Mimika tidak berdasarkan pada peraturan dan perundang-undangan.
Sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor: 10 Tahun 2016 Pasal 71, serta Perpres Nomor: 116 Tahun 2002, dimana dalam UU Nomor 10 Tahun 2916 Pasal 71 Ayat 2 secara jelas menyebutkan bahwa Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon, sampai dengan akhir masa jabatan, terkecuali mendapat persetujuan dari Kemendagri.
Dalam amanat surat tersebut, juga menjelaskan bahwa dalam Pasal 25 ayat 2 Peraturan Presiden Nomor 116 Tahun 2022 ditegaskan bahwa dalam hal terdapat kebutuhan Instansi Pemerintah, pejabat yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, promosi, dan mutasi kepegawaian setelah mendapat pertimbangan teknis Kepala BKN.
Sehingga dari uraian diatas maka, sesuai Pasal 82 ayat (2) huruf a Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan menegaskan bahwa penjatuhan sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 81 dilakukan oleh Gubernur, apabila keputusan ditetapkan oleh Bupati/Walikota. Pasal 12 ayat (4) PP Nomor 48 Tahun 2016 tentang tata cara pengenaan sanksi administratif dilakukan oleh Bupati/Walikota maka pejabat yang berwenang mengenakan sanksi administratif yaitu Gubernur.
Atas gaya Koboy Plt Bupati Mimika Johanes Rettob ini, maka Kemendagri meminta Pj Gubernur Papua Tengah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintahan di Kabupaten Mimika dengan melakukan konfirmasi secara turun di lapangan, untuk melihat secara langsung kebijakan kepegawaian, yang dilakukan oleh Plt Bupati Mimika yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yaitu tanpa melalui persetujuan Menteri Dalam Negeri dan tanpa melalui pertimbangan teknis BKN.
Mendagri juga menyatakan bahwa bila Pj Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk menemukan indikasi tersebut ketika turun lapangan, maka harus memberikan pembinaan berupa teguran tertulis dan memerintahkan kepada Plt Bupati mencabut keputusan tersebut.
Diketahui Mutasi pejabat yang dilakukan oleh Plt Bupati Mimika tertuang dalam Petikan Surat Keputusan Bupati Mimika tanggal 30 Juli 2024 yang memutasi sejumlah PNS dipindahkan/ditempatkan sebagai Pelaksana pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah, terhitung mulai tanggal 1 Agustus 2024 tanpa persetujuan Kemendagri namun dalam pertimbangannya hanya disposisi Plt Bupati Mimika, Johanes Rettob.
Menanggapi Tindakan brutal Plt Bupati Mimika ini, Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute, Karyono Wibowo berharap agar Johanes Rettob didiskualifikasi dari pencalonan Bupati Mimika, karena yang bersangkutan secara jelas telah melanggar aturan dan perundang-undangan.
Karyono mengatakan “Plt Bupati Mimika secara jelas melakukan pelanggaran terhadap UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, dimana dalam pasal 71 ayat 2 berbunyi: Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota dilarang melakukan penggantian pejabat 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan akhir masa jabatan kecuali mendapat persetujuan tertulis dari Menteri.
” Yaa, Johannes Rettob bisa dibatalkan pencalonannya sebagaimana diatur dalam pasal 71 ayat 5: “Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota,” Pungkasnya.
(Redaksi)